Jumat, 19 Desember 2014
TUGAS : MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH
TUGAS : MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH
RINGKASAN M. KEUANGAN DAERAH
TENTANG
PERENCANAAN,PENGELOLAAN,PEGAWASAN,PENGANGGARAN,PENATA USAHAAN & PERTANGGUNGJAWABAN
OLEH :
NURSIDAR.A
116601042
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Enam-Enam Kendari
STIE-66
KENDARI
A. PERENCANAAN KEUANGAN DAERAH
perencanaan keuangan daerah diarahkan agar seluruh proses penyusunan APBD semaksimal mungkin dapat menunjukkan latar belakang pengambilan keputusan dalam penetapan arah kebijakan umum, skala prioritas dan penetapan alokasi serta distribusi sumber daya dengan melibatkan partisipasi masayarakat. Dokumen penyusunan anggaran yang disampaikan oleh masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang disusun dalam format Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD seharusnya dapat menyajikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, serta korelasi antara besaran anggaran (beban kerja dan harga satuan) dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai atau diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan yang dianggarkan. Dengan demikian prinsip penerapan anggaran berbasis kinerja yang mengandung makna bahwa setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk bertanggungjawab atas hasil proses dan penggunaan sumber dayanya harus diimplementasikan dalam proses perencanaan, penganggaran serta dalam pelaksanaan anggarannya sendiri.
Beberapa prinsip dalam disiplin anggaran yang perlu diperhatikan dalam penyusunan anggaran daerah antara lain bahwa:
1. Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja;
2. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam APBD/Perubahan APBD
3. Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening Kas Umum Daerah.
Pendapatan daerah (langsung) pada hakikatnya diperoleh melalui mekanisme pajak dan retribusi atau pungutan lainnya yang dibebankan pada seluruh masyarakat. masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk membayar tinggi diberikan beban pajak yang tinggi pula. Tentunya untuk menyeimbangkan kedua prinsip tersebut pemerintah daerah dapat melakukan diskriminasi tarif secara rasional untuk menghilangkan rasa ketidakadilan.
Selain itu dalam konteks belanja, Pemerintah Daerah harus mengalokasikan belanja daerah secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum.
Untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektifitas anggaran, maka dalam perencanaan anggaran perlu diperhatikan :
1. Penetapan secara jelas tujuan dan sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator kinerja yang ingin dicapai;
2. Penetapan prioritas kegiatan dan penghitungan beban kerja, serta penetapan harga satuan yang rasional.
Aspek penting lainnya yang diatur dalam peraturan pemerintah ini adalah keterkaitan antara kebijakan (policy), perencanaan (planning) dengan penganggaran (budget) oleh pemerintah daerah, agar sinkron dengan berbagai kebijakan pemerintah sehingga tidak menimbulkan tumpang tindih pelaksanaan program dan kegiatan oleh pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Proses penyusunan APBD pada dasarnya bertujuan untuk menyelaraskan kebijakan ekonomi makro dan sumber daya yang tersedia, mengalokasikan sumber daya secara tepat sesuai kebijakan pemerintah dan mempersiapkan kondisi bagi pelaksanaan pengelolaan anggaran secara baik. Oleh karena itu pengaturan penyusunan anggaran merupakan hal penting agar dapat berfungsi sebagaimana diharapkan yaitu:
1. dalam konteks kebijakan, anggaran memberikan arah kebijakan perekonomian dan menggambarkan secara tegas penggunaan sumberdaya yang dimiliki masyarakat;
2. fungsi utama anggaran adalah untuk mencapai keseimbangan ekonomi makro dalam perekonomian;
3. anggaran menjadi sarana sekaligus pengendali untuk mengurangi ketimpangan dan kesenjangan dalam berbagai hal di suatu negara.
Proses Penyusunan APBD
Penyusunan APBD diawali dengan penyampaian kebijakan umum APBD sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD. Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, Pemerintah Daerah bersama dengan DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Kepala SKPD selanjutnya menyusun Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD) yang disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Rencana Kerja dan Anggaran ini disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sudah disusun. Rencana Kerja dan Anggaran ini kemudian disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.Proses selanjutnya Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.APBD yang disetujui DPRD ini terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Jika DPRD tidak menyetujui Rancangan Perda APBD tersebut, untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran daerah setinggi-tinginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya dengan prioritas untuk belanja yang mengikat dan wajib.
A. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
Dalam pengelolaan keuangan daerah dikenal adanya dua macam pengelolaan yaitu. Yang pertama adalah Pengelolaan Umum Dalam hal ini Kepala Daerah adalah pemegang kekuasaan umum pengelolaan keuangan darah. Kekuasaan ini meliputi antara lain :
• Fungsi perencanaan umum.
• Fungsi pemungutan pendapatan.
• Fungsi perbendaharaan umum daerah.
• Fungsi penggunaan anggaran, serta
• Fungsi pengawasan dan pertanggung jawaban
Selaku pejabat pemegang kekuasaan umum Kepala Daerah mendelegasikan sebagian atau seluruh Kewenangannya kepada Sekretaris Daerah atau perangkat pengelola keuangan daerah. Yang kedua adalah Pengelolaan Khusus Dalam hal ini adalah bendahara umum daerah yang berwenang untuk menerima, menyimpan, membayar atau mengeluarkan uang dan barang serta berkewajiban mempcrtanggungjawabkan kepada kepala daerah Dalam pengelolaan keuangan daerah dikenal istilah otorisator, ordonator. Kewenangan otorisator adalah kewenangan untuk mengambil tindakan-tindakan yang mengakibatkan adanya pengeluaran dan atau penerimaan daerah serta wewenang untuk menguji tagihan, memerintahkan pembayaran dan atau penagihan sebagai akibat adanya tindakan “Otorisator”.
Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam peraturan menteri ini meliputi kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, azas umum dan struktur APBD, penyusunan rancangan APBD, penetapan APBD, penyusunan dan penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki DPRD, pelaksanaan APBD, perubahan APBD, pengelolaan kas, penatausahaan keuangan daerah, akuntansi keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah, dan pengelolaan keuangan BLUD.
Pengelolaaan keuangan daerah dimulai dengan perencanaan /penyusunan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Penyusunan APBD sebagaimana berpedoman kepada RKPD dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara.
APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD yang disusun oleh pemerintah daerah telah mengalami perubahan dari yang bersifat incramental menjadi anggaran berbasis kinerja sesuai dengan tuntutan reformasi. Dilihat dari aspek masyarakat (customer) dengan adanya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik maka dapat meningkatnya tuntutan masyarakat akan pemerintah yang baik, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk bekerja secara lebih efisien dan efektif terutama dalam menyediakan layanan prima bagi seluruh masyarakat. Dilihat dari sisi pengelolaan keuangan daerah khususnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka kontribusi terhadap APBD meningkat tiap tahun anggaran hal ini didukung pula dengan tingkat efektivitas dari penerimaan daerah secara keseluruhan sehingga adanya kemauan dari masyarakat untuk membayar kewajibannya kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk pajak dan retribusi.
Dengan berlandaskan pada dasar hukum di atas maka penyusunan APBD sebagai rencana kerja keuangan adalah sangat penting dalam rangka penyelenggaraan fungsi daerah otonom. Dari uraian tersebut boleh dikatakan bahwa APBD sebagai alat / wadah untuk menampung berbagai kepentingan publik (public accountability) yang diwujudkan melalui berbagai kegiatan dan program, di mana pada saat tertentu manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat umum.
B. PENATAUSAHAAN KEUANGAN DAERAH
Pada prinsipnya kegiatan tata usaha keuangan daerah dapat dibagi atas dua jenis, yaitu : Tata Usaha Umum dan Tata Usaha Keuangan.
Tata Usaha Umum adalah menyangkut kegiatan surat menyurat, mengagenda, mengekspedisi, menyimpan surat-surat penting atau mengarsipkan kegiatan dokumentasi lainnya.
Tata Usaha Keuangan adalah tata buku yang merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis di bidang keuangan berdasarkan prinsip-prinsip, standar-standar tertentu serta prosedur-prosedur tertentu sehingga dapat memberikan informasi aktual di bidang keuangan.
Dokumen yang digunakan pada prosedur Penatausahaan Keuangan Daerah berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keaungan Daerah, diantaranya sebagai berikut :
a) Anggaran Kas;
Yaitu dokumen perkiraan arus kas masuk yang bersumber dari penerimaan dan arus kas keluar untuk mengatur ketersediaan dana yang cukup guna mendanai pelaksanaan kegiatan dalam setiap periode.
b) Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD);
Yaitu dokumen yang memuat pendapatan, belanja dan pembiayaan yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh pengguna anggaran.
c) Buku Kas Umum Daerah;
tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh kepala daerah untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan digunakan untuk membayar pengeluaran daerah.
d) Rekening Kas Umum Daerah;
Yaitu rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh kepala daerah untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan digunakan untuk membayar pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.
e) Surat Pertanggungjawaban (SPJ);
Yaitu surat/laporan pertanggungjawaban atas pengelolaan penerimaan uang yang disampaikan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) selaku Bendahara Umum Daerah (BUD), dan laporan pertanggungjawaban penggunaan uang persediaan/ganti uang persediaan/tambah uang persediaan kepada kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) melalui Pejabat Pengelola Keuangan (PPK-SKPD) paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
f) Bukti penerimaan dan pengeluaran lain yang sah.
Yaitu bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran lain yang sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.
C. PENGANGGARAN
Penganggaran merupakan suatu proses yang tidak terpisahkan dalam perencanaan. Penganggaran dalam sistem pengelolaan keuangan negara tergambarkan pada penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Adapun fungsi anggaran, baik APBN maupun APBD yaitu sebagai berikut:
1. Fungsi otorisasi,
2. Fungsi perencanaan,
3. Fungsi pengawasan,
4. Fungsi alokasi,
5. Fungsi distribusi,
6. Fungsi stabilitasasi,
1. Pengintegrasian Antara Rencana Kerja dan Anggaran
Dalam penyusunan anggaran dewasa ini digunakan pendekatan budget is a plan, a plan is budget. Oleh karena itu, antara rencana kerja dan anggaran merupakan satu kesatuan, disusun secara terintegrasi. Untuk melaksanakan konsep ini Pemerintah harus memiliki rencana kerja dengan indikator kinerja yang terukur sebagai prasyaratnya.
2. Penyatuan Anggaran
Pendekatan yang digunakan dalam penganggaran adalah mempunyai satu dokumen anggaran, artinya Menteri/Ketua Lembaga /Kepala SKPD bertanggung jawab secara formil dan materiil atas penggunaan anggaran di masing-masing instansinya. Tidak ada lagi pemisahan antara anggaran rutin dan pembangunan. Dengan pendekatan ini diharapkan tidak terjadi duplikasi anggaran, sehingga anggaran dapat dimanfaatkan secara lebih efisien dan efektif.
3. Penganggaran Berbasis Kinerja
dalam anggaran ini adalah alokasi anggaran sesuai dengan hasil yang akan dicapai, terutama berfokus pada output atau keluaran dari kegiatan yang dilaksanakan. Oleh karena itu, untuk keperluan ini diperlukan adanya program/kegiatan yang jelas, yang akan dilaksanakan pada suatu tahun anggaran. Dalam penerapan anggaran berbasis kinerja ini diperlukan adanya: indikator kinerja, khususnya output (keluaran) dan outcome (hasil), standar pelayanan minimal yang harus dipenuhi oleh pemerintah, standar analisa biaya, dan biaya standar keluaran yang dihasilkan.
4. Penggunaan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah
Pemerintah dituntut untuk menjaga kesinambungan penyelenggaraan fungsi pemerintahan. Oleh karena itu, Pemerintah wajib menyusun Rencana Kerja Jangka Panjang, Rencana Kerja Jangka Menengah/Rencana Strategis, dan Rencana Kerja Tahunan. Dalam rangka menjaga kesinambungan program/ kegiatannya, pemerintah dituntut menyusun anggaran dengan perspektif waktu jangka menengah. Selain menyajikan anggaran yang dibutuhkan selama tahun berjalan, pemerintah juga dituntut memperhitungkan implikasi biaya yang akan menjadi beban pada APBN/APBD tahun anggaran berikutnya sehubungan dengan adanya program/kegiatan tersebut.
4. Klasifikasi anggaran
Dalam rangka meningkatkan kualitas informasi keuangan, Pemerintah menggunakan klasifikasi anggaran yang dikembangkan mengacu pada Government Finance Statistic (GFS) sebagaimana yang sudah diterapkan di berbagai negara. Klasifikasi anggaran dimaksud terdiri dari klasifikasi menurut fungsi, menurut organisasi, dan menurut jenis belanja.
D. PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH
Pengawasan keuangan negara dan daerah merupakan bagian integral dari pengelolaan keuangan negara dan daerah. Menurut Baswir. Manajemen keuangan daerah dalam Halim A. (2004 : 307-308), bahwa berdasarkan pengertiannya pengawasan keuangan negara dan daerah pada dasarnya mencakup segala tindakan untuk menjamin agar pengelolaan keuangan negara dan daerah berjalan sesuai dengan rencaa, ketentuan dan undang-undang yang berlaku. Sedangkan berdasarkan obyeknya, pengawasan APBN / APBD, pengawasan BUMN / BUMD, maupun pengawsan barang-barang milik negara dan daerah lainnya.
Pengawasan keuangan negara dan daerah menurut ruang lingkupnya dibedakan menurut jenis, yaitu :
1. Pengawasan intern, dapat dibedakan menjadi dua :
a. Pengawasan intern dalam arti sempit,
b. Pengawasan intern dalam arti luas,
2. Pengawasan ekstern,
Artinya pengawasan keuangan daerah dapat menjamin kesesuaian pengelolaan APBD dengan rencana dan tujuan yang telah ditetap
E. PERTANGGUNG JAWABAN KEUANGAN DAERAH
Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Kewenangan yang bersifat umum meliputi penetapan arah, kebijakan umum, strategi, dan prioritas dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang antara lain berkaitan dengan penetapan pedoman pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN, penetapan pedoman penyusunan rencana kerja kementerian negara/lembaga, penetapan gaji dan tunjangan, serta pedoman pengelolaan Penerimaan Negara. Sedangkan kewenangan yang bersifat khusus meliputi keputusan/kebijakan teknis yang berkaitan dengan pengelolaan APBN yang antara lain berkaitan dengan keputusan sidang kabinet di bidang pengelolaan APBN, keputusan rincian APBN, keputusan dana perimbangan, dan penghapusan aset dan piutang negara.
Atas pembagian kekuasaan pengelolaan Keuangan Negara tersebut, maka keuangan negara dapat dikelompokkan dalam 3 sub bidang, yaitu:
1. Sub bidang Pengelolaan fiskal, meliputi fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan, administrasi kepabeanan, perbendaharaan, dan pengawasan keuangan.
2. Sub bidang pengelolaan moneter, meliputi pelaksanakan kebijakan moneter, pengaturan suku bunga dan jumlah uang beredar, serta upaya untuk mencapai kestabilan nilai rupiah.
3. Sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, meliputi penyertaan modal pemerintah kepada perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat
4. Pembagian kekuasaan bidang pengelolaan Keuangan Negara perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances, mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan serta diterapkannya prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance) dalam lingkungan pemerintahan.
MAKALAH TEORI EKONOMI
MAKALAH TEORI EKONOMI
TENTANG
KEBIJAKAN FISKAL
OLEH :
KELOMPOK III
FAJRIN
NURSALAM
NURSIDAR
RULIYANSYAH
LABOMBE
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI ENAM-ENAM KENDARI
STIE – 66
KENDARI
2013
KATA PENGANTAR
Kami Panjatkan Puji dan Syukur kepada Allah SWT, karena dengan Ridho-Nyalah Kami bisa menyelesaikan makalah ini, dalam kesempatan kali ini kami akan membahas tentang “ Kebijakan Fiskal ”. Makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan oleh Dosen PengantaR TEORI EKONOMI.
Untuk itu kami ucapkan terima kasih kepada Teman –teman yang telah terlibat langsung dalam proses pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik dari Dosen Pembimbing dalam rangka penambahan dan peluasan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan men-stabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak.
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling berpengaruh dalam kegiatan perekonomian. Masing – masing variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua variabel utama, yaitu pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah (goverment expenditure). Sedangkan variabel utama dalam kebijakan moneter, yaitu GDP, inflasi, kurs, dan suku bunga. Berbicara tentang kebijakan fiskal dan kebijakan moneter berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian empat sektor, dimana sektor – sektor tersebut diantaranya sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor pemerintah dan sektor dunia internasional/luar negeri. Ke-empat sektor ini memiliki hubungan interaksi masing – masing dalam menciptakan pendapatan dan pengeluaran.
Krisis global saat ini jauh lebih parah dari perkiraan semula dan suasana ketidakpastiannya sangat tinggi. Kepercayaan masyarakat dunia terhadap perekonomian menurun tajam. Akibatnya, gambaran ekonomi dunia terlihat makin suram dari hari ke hari walaupun semua bank sentral sudah menurunkan suku bunga sampai tingkat yang terendah. Tingkat bunga yang sedemikian rendahnya itu justru menyebabkan ruang untuk melakukan kebijakan moneter menjadi terbatas, sehingga pilihan yang tersedia hanya pada kebijakan fiscal. Menurut Mohamad Ikhsan, negara-negara yang tergabung dalam G-20 dalam komunike bersamanya baru ini-ini sepakat mendorong lebih cepat ekspansi kebijakan fiskal minimal 2 persen dari produk domestik bruto untuk memulihkan perekonomian dunia. Meskipun secara teoretis kebijakan fiskal dapat berfungsi sebagai stimulus perekonomian, dalam pelaksanaannya sering kali terdapat hambatan. Hambatan ini dirasakan terutama di negara berkembang.
1.2 Rumusan Masalah
a. Pengertian dari Kebijakan Fiskal
b. Peranan Kebijakan Fiskal dalam Perekonomian
c. Komponen Anggaran Belanja Negara
d. Cara Kerja Kebijakan Fiskal
e. Macam-macam Kebijakan Fiskal
1.3 TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal yang sering juga disebut “politik fiskal” atau “fiscal policy”, biasa diartikan sebagai tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang anggaran belanja negara dengan maksud untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Oleh karena anggaran belanja negara terdiri dari penerimaan berupa hasil pungutan pajak dan pengeluaran yang dapat berupa “ government expenditure “ dan “government transfer “, maka sering pula dikatakan bahwa kebijakan fiskal meliputi semua tindakan pemerintah yang berupa tindakan pemperbesar atau memperkecil jumlah pungutan pajak . memperbesar atau memperkecil “government expenditure” dan atau memperbesar atau memperkecil “goverment transfer” yang bertujuan untuk mempengaruhi jalannya perekonomian.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, pemerintah menjalankan kebijakan fiskal adalah dengan maksud untuk mempengaruhi jalannya perekonomian, atau dengan kata lain, dengan kebijakan fiskal pemerintah berusaha mengarahkan jalannya perekonomian menuju ke keadaan yang diinginkannya.
2.2 Peranan Kebijakan Fiskal dalam Perekonomian
Kenyataan menunjukkan bahwa volume transaksi yang diadakan oleh pemerintah di kebanyakan negara dari tahun ke tahun bertendensi untuk meningkat lebih cepat daripada meningkatnya pendapatan nasional. Ini berarti bahwa peranan dari tindakan fiskal pemerintah dalam turut menentukan tingkat pendapatan nasional menjadi lebih besar. Untuk negara-negara yang sudah maju perekonomiannya, semakin besarnya peranan tindakan fiskal pemerintah dalam mekanisme pembentukan tingkat pendapatan nasional terutama dimaksudkan agar supaya pemerintah dapat lebih mampu dalam mempengaruhi jalannya perekonomian. Dengan demikian diharapkan bahwa dengan kebijakan fiskalnya, pemerintah dapat mengusahakan terhindarnya perekonomian dari keadaan-keadaan yang tidak diingikan seperti misalnya keadaan di mana banyak pengangguran, inflansi, neraca pembayaran internasional yang terus menerus defisit, dan sebaginya. Bagi negara-negara yang sedang berkembang, pemerintah pada umumnya menyadari akan rendahnya investasi yang timbul atas inisiatif dari masyarakat sendiri.
2.3 Komponen Anggaran Belanja Negara
Kebijakan fiskal meliputi semua tindakan pemerintahan yang bertujuan untuk mempengaruhi jalannya perekonomian melalui anggaran belanja negara. Nama lengkap anggaran belanja negara kita ialah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang biasa disingkat APBN. Anggaran belanja negara terdiri dari tiga komponen yaitu :
• penerimaan atas pajak
pajak atau “tax” dalam buku-buku teori ekonomi makro biasanya dimaksudkan sebagai uang atau daya beli yang diserahkan oleh masyarakat kepada pemerintah di mana terhadap penyerahan uang atau daya beli tersebut pemerintah tidak memberikan balas-jasa yang langsung. Jadi penyerahan uang dari masyarakat kepada pemerintah berupa pajak pendapatan, pajak kekayaan, pajak warisan, semuanya dapat kita sebut sebagai “pajak”, oleh karena terhadap pembayaran pajak tersebut pemerintah tidak memberikan balas-jasa yang langsung kepada si pembyar pajak. Ini berarti bahwa bagaimanapun juga bentuk dari pajak yang dibayar oleh masyarakat kepada pemerintah, masyarakat tentu akan memperoleh jasa juga. Hanya saja, balas-jasa yang diterima oleh si pembayar pajak sifatnya adalah tidak langsung.
• pengeluaran pemerintah (goverment expenditure)
pengeluaran konsumsi pemerintah yang biasa hanya disebut pengeluaran pemerintah, goverment expenditure atau goverment purchase, meliputi semua pengeluaran pemerintah di mana pemerintah secara langsung menerima balas-jasanya. Dengan pengeluaran pemerintah untuk membayar gaji para pegawai negeri, misalnya, pemerintah langsung memperoleh balas-jasa berupa prestasi kerja dari pegawai-pegawai tersebut. Pembelian barang-barang dan jasa-jasa dalam berbagai bentuknya, dari yang nilainya bermiliar rupiah sampai kepada yang nilainya hanya beberapa rupiah yang dilakukan oleh pemerintah, termasuk kategori ini. Dengan sendirinya masyarakat mengharapkan bahwa semua macam pengeluaran pemerintah tersebut, secara langsung atau tidak langsung, nantinya akan dapat diperoleh manfaatnya oleh para anggota masyarakat pada umumnya. Pengeluaran-pengeluaran konsumsi pemerintah inilah yang jumlah keseluruhan per satuan waktu ditandai dengan “G”.
goverment transfer” atau “transfer pemerintah” dan kita tandai dengan “Tr”.
Beberapa contoh bentuk transfer pemerintah dapat kita sebutkan :
sumbangan pemerintah yang diberikan kepada kaula negara yang menderita sebagai akibat adanya bencana alam.
Sumbangan yang diberikan oleh pemerintah kepada para penganggur
Uang pensiun yang diterima oleh para pegawai negeri yang telah dipensiun,
Subsidi yang diberikan oleh pemerintah kepada perusahaan-perusahaan.
Beasiswa yang diberikan oleh pemerintah kepada mahasiswa, dan lain sebagainya.
2.4 Bekerjanya Kebijakan Fiskal
Untuk menerangkan bekerjanya kebijakan fiskal kita menggunakan variabel intrumen G,Tx dan T. Sekalipun kita dapat menggunakan ketiga macam variabel instrumen tersebut, akan tetapi mengingat bahwa kombinasi antara ketiga variabel instrumen tersebut kemungkinan banyak sekali, maka disini kita hanya membahas kebijakan-kebijakan fiskal yang hanya menggunakan variabel instrumen tunggal, yaitu dengan melalui G saja, Tx saja atau T saja.
Dengan memperhatikan Gambar 5.2 khususnya kuadran IS-LM, yaitu kuadran yang di tengah-tengah, untuk meningkatkan tingkat pendapatan nasional dari OY0 ke OYf kurva IS perlu digeser dari semula IS0 ke ISf. Untuk menghasilkan kurva ISf ini perlu diusahakan agar supaya hasil penjumlahan I+G+c(T+Tx) dengan fungsi permintaan investasi dan fungsi saving yang ada dalam perekonomian menghasilkan ISf. Garis yang dimaksud tersebut dapat kita temukan dengan cara sebagai berikut:
Dari kuadran IS-LM kita saksikan bahwa titik ekulibrium IS-LM yang diperlukan untuk tercapainya tingkat pendapatan nasional sebesar OYf ialah titik F. Dari titik ini kita buat segi empat siku-siku yang sudut timur lautnya tepat pada kurva saving, sedangkan sudut barat dayanya tepat menyinggung fungsi permintaan investasi. Dengan segi empat siku-siku yang terbentuk dengan memenuhi syarat-syarat tersebut, sudut barat lautnya berada pada kuadran garis pertolongan I=I. Melalui titik kedudukan sudut tersebut kita tarik garis lurus yang sejajar dengan garis pertolongan I=I. Garis yang kita hasilkan merupakan garis I+G+c(T-Tx).
2.5 Bentuk kurva permintaan uang untuk spekulasi dan keefektifan kebijakan fiskal
1. Di daerah Jerat Likuiditas kebijakan fiskal paling efektif. Dengan menggeserkan kurva IS ke kanan sejauh ab, pendapatan nasional ekuilibrium meningkat sebesar ab juga, yang semula sebesar OYa, sekarang menjadi OYb.
2. Di daerah tengah, kebijakan fiskal juga dapat menaikkan tingkat pendapatan nasional ekuilibrium, akan tetapi tidak seefektif di daerah Jerat Likuiditas. Kebijakan fiskal yang berhasil menggeser kurva IS ke kanan sejauh cd, yang jaraknya sama dengan ab, menghasilkan peningkatan tingkat pendapatan nasional kurang dari cd, yaitu hanya meningkat dari OYc menjadi OYm.
3. Di daerah klasik, kebijakan fiskal sama sekali tidak efektif. Kebijakan fiskal yang berhasil menggeser kurva IS sejauh ef, eg ataupun lebih besar lagi, pendapatan nasional ekuilibrium sama sekali tidak meningkat, yaitu tetap sebesar OYe.
2.6 . Bentuk-bentuk Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu
1. Penstabil otomatik, yaitu bentuk-bentuk sistem fiskal yang sedang berlaku yang secara otomatik cenderung untuk menimbulkan kestabilan dalam kegiatan ekonomi. Macam-macam penstabil otomatik, yaitu :
a. Pajak progresif dan pajak proporsional.
Sistem pajak progresif biasanya digunakan dalam memungut pajak pendapatan individu dan dipraktekkan hampir di semua negara. Pada pendapatan seseorang tidak perlu membayar pajak. Akan tetapi semakin tinggi pendapatan, semakin besar pajak yang dikenakan ke atas tambahan pendapatan yang diperoleh.
Sistem pajak proporsional biasanya digunakan untuk memungut pajak ke atas keuntungan perusahaan-perusahaan korporat, yaitu pajak yang harus dibayar adalah proporsional dengan keuntungan yang diperoleh. Ini berarti suatu presentasi dari keuntungan selalu merupakan pajak yang akan dibayar kepada pemerintah.
b. Kebijakan harga minimum
Kebijakan harga minimum merupakan suatu sitem pengendalian hatga yang bertujuan menstabilkan pendapatan para petani dan pada waktu yang sama menjaga agar pendapatannya cukup tinggi. Permintaan dan penawaran barang pertanian sifatnya tidak elastis. Sebagai akibatnya fluktuasi dalam penawaran akan menimbulkan fluktuasi harga yang sangat besar dan mempengaruhi kestabilan pendapatan petani. Ketika produksi dan penawaran sangat merosot, harga pertanian sangat melonjak dan meningkatkan pendapatn petani, begitu juga sebaliknya. Ketidakstabilan ini mendorong pelaksanaan kebijakan harga
minimum. Walaupun menstabilkan harga dan pendapatan merupakan tujuan utama kebijakan tersebut, pada akhirnya hal tersebut membantu mengurangi fluktuasi kegiatan keseluruhan ekonomi.
c. Asuransi Pengangguran
Sistem asuransi pengagguran adalah suatu bentuk jaminan sosial yang dipraktekkan di kebanyakan negara-negara maju. Sistem ini pada dasarnya mengharuskan tenaga kerja yang sedang bekerja untuk membayar asuransi sebagai jaminan pendapatan sekiranya pada suatu ketika terpaksa menganggur dan menerima sejumlah pendapatan yang ditentukan ketika menganggur. Dengan adanya sistem asuransi pengangguran, para penganggur akan menerima pendapatan yang diperoleh dari dana asuransi pengangguran. Kebijakan ini mengurangi kemerosotan perbelanjaan agregat dan pertambahan pengangguran pada ketika resesi.
2. Kebijakan fiskal diskresioner adalah langkah-langkah dalam bidang pengeluaran pemerintah dan dan perpajakan yang secara khusus membuat perubahan ke atas sistem yang ada yang bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi. Bentuk kebijakan fiskal diskresioner :
a. Kebijakan fiskal mengembang, yang dilakukan ketika perekonomian menghadapi masalah pengangguran.
b. Kebijakan fiskal mengerucut, yang dilakukan ketika masalah inflasi sedang dihadapi dan perekonomian mencapai kesempatan kerja penuh dan tingkat pengangguran sangat rendah.
Cara-cara yang dilakukan dalam kebijakan fiskal diskresioner :
a. Menambah pengeluaran pemerintah
b. Menurunkan pajak perseorangan dan perusahaan
c. Perubahan perbelanjaan dan pajak
2.7 Masalah dalam Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi
Masalah-masalah administratif dapat mengurangi keefektifan pelaksanaan kebijakan fiskal. Masalah administratif dari kebijakan fiskal dapat dibedakan kepada aspek-aspek berikut : menyadari masalah yang timbul, merumuskan kebijakan yang akan dijalankan, dan melaksanakan kebijakan yang dirumuskan.
a. Menyadari masalah yang timbul
Kegiatan ekonomi tidak selalu berkembang secara teratur. Adakalanya berkembang dengan cepat, mengalami perlambatan dalam perkembangannya, atau mengalami kemerosotan. Apabila berlaku perlambatan atau pengurangan dalam kegiatan ekonomi belum tentu hal tersebut merupakan suatu masalah serius yang perlu diatasi. Perubahan seperti itu mungkin bersifat temporer, yang mungkin dengan sendirinya akan pulih kembali tanpa sesuatu campur tangan atau intervensi pemerintah. Dalam prakteknya tidaklah mudah untuk menentukan apakah masalah tersebut merupakan masalah sementara atau masalah yang permanen dan berkepanjangan. Kesalahan dalam menginterpretasikan keadaan yang sebenarnya dapat menimbulkan masalah ekonomi yang lebih serius. Sehingga pemerintah perlu berhati-hati membuat iterpretasi tentang masalah ekonomi yang sebenarnya dihadapi.
b. Masalah dalam merumuskan Kebijakan Ekonomi
Apabila pemerintah telah menyadari bahwa masalah yang dihadapi perlu diatasi dengan melaksanakan beberapa kebijakan stabilisasi ekonomi, langkah-langkah tersebut tidak serta merta dapat dilakukan. Akan terdapata beda waktu diantara menyadari masalah yang dihadapi dengan waktu di mana kebijakan-kebijakan ekonomi mulai dilaksanakan atau berfungsi. Perbedaan waktu ini dinamakan “decision lag” atau “inside lag”. Periode dari beda waktu ini bergantung pada jenis kebijakan stabilisasi ekonomi yang dijalankan. Biasanya masalah decision lag adalah paling serius dalam merumuskan kebijakan fiskal. Ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu perumus kebijakan fiskal biasanya memerlukan waktu yang lebih lama untuk memikirkan kebijakan yang sebaiknya dijalankan dalam usaha untuk mengatasi masalah ekonomi yang dihadapi dan dalam peemerintahanyang bersifat denokratis, kebijakan tersebut perlu terlebih dahulu disetujui oleh kabinet dan DPR sebelum dapat dilaksanakan.
c. Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan
Melaksanakan kebijakan fiskal untuk menjamin kestabilan ekonomi, mengurangi masalah pengangguran dan mempercepat pertumbuhan ekonomi sering sekali menyebabkan pemerintah perlu melakukan pengeluaran yang melebihi pendapatan dari pajak dan pungutan lain. Keadaan ini berarti anggaran belanja pemerintah mengalami defisit. Seperti juga halnya individu-individu dan persahaan-perusahaan, defisit anggaran belanjanya ini perlu dibiayai dengan melakukan pinjaman. Pinjaman pemerintah yang diakumulasikan dari tahun ke tahun dinamakan hutang negara. Dalam kebijakan fiskal Keynesian diusulkan agar pemerintah menjalankan anggaran belanja defisit ketika menghadapi masalah resesi yang serius. Wujudnya defisit dalam anggaran belanja pemerintah dapat disebabkan oleh salah satu atau gabungan dari langak berikut; pemerintah menjalankan kebijakan mengurangi pajak untuk menggalakkan perusahaan swasta dan individu meningkatkan kegiatan ekonomi; pemerintah secara langsung menstimulir kegiatan ekonomi dengan meningkatkan pengeluarannya.
Untuk membiayai defisit dalam perbelanjaannya beberapa sumber pinjaman digunakan pemerintah. Dalam membicarakan mengenai sumber-sumber pinjaman ini akan dibedakan dan dinilai sumber pinjaman menurut pengolongan yaitu pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat kami berikan kesimpulan bahwa kebijakan fiskal merupakan kebijakan ekonomi yang memiliki andil sangat penting dalam suatu negara sebagai penstabil ekonomi. Pemerintah menjalankan kebijakan fiskal adalah dengan maksud untuk mempengaruhi jalannya perekonomian, atau dengan kata lain, dengan kebijakan fiskal pemerintah berusaha mengarahkan jalannya perekonomian menuju ke keadaan yang diinginkannya. Masalah-masalah administratif dapat mengurangi keefektifan pelaksanaan kebijakan fiskal. Masalah administratif dari kebijakan fiskal dapat dibedakan kepada aspek-aspek berikut : menyadari masalah yang timbul, merumuskan kebijakan yang akan dijalankan, dan melaksanakan kebijakan yang dirumuskan
DAFTAR PUSTAKA
Reksoprayitno, Soediyono. Ekonomi Makro Edisi Millenium. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. 2000
Reksoprayitno, Soediyono. Ekonomi Makro Edisi 6. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. 2000
Sukirno, Sadono. Makroekonomi Modern. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2000
Langganan:
Postingan (Atom)
remember me: HARVAT
remember me: HARVAT :
-
PENGERTIAN PAJAK Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat bala...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manajemen strategi sangat penting bagi suksesnya suatu perusahaan karena akan menyeh...
-
Tugas manajemen resiko Nursidar.a 116601042 SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI ENAM-ENAM KENDARI STIE-66 KENDARI 2011 MANAJE...