Kamis, 03 September 2015

TUGAS : MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH

TUGAS : MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH RINGKASAN M. KEUANGAN DAERAH TENTANG PERENCANAAN,PENGELOLAAN,PEGAWASAN,PENGANGGARAN,PENATA USAHAAN & PERTANGGUNGJAWABAN OLEH : NURSIDAR.A 116601042 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Enam-Enam Kendari STIE-66 KENDARI A. PERENCANAAN KEUANGAN DAERAH perencanaan keuangan daerah diarahkan agar seluruh proses penyusunan APBD semaksimal mungkin dapat menunjukkan latar belakang pengambilan keputusan dalam penetapan arah kebijakan umum, skala prioritas dan penetapan alokasi serta distribusi sumber daya dengan melibatkan partisipasi masayarakat. Dokumen penyusunan anggaran yang disampaikan oleh masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang disusun dalam format Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD seharusnya dapat menyajikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, serta korelasi antara besaran anggaran (beban kerja dan harga satuan) dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai atau diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan yang dianggarkan. Dengan demikian prinsip penerapan anggaran berbasis kinerja yang mengandung makna bahwa setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk bertanggungjawab atas hasil proses dan penggunaan sumber dayanya harus diimplementasikan dalam proses perencanaan, penganggaran serta dalam pelaksanaan anggarannya sendiri. Beberapa prinsip dalam disiplin anggaran yang perlu diperhatikan dalam penyusunan anggaran daerah antara lain bahwa: 1. Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja; 2. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam APBD/Perubahan APBD 3. Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening Kas Umum Daerah. Pendapatan daerah (langsung) pada hakikatnya diperoleh melalui mekanisme pajak dan retribusi atau pungutan lainnya yang dibebankan pada seluruh masyarakat. masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk membayar tinggi diberikan beban pajak yang tinggi pula. Tentunya untuk menyeimbangkan kedua prinsip tersebut pemerintah daerah dapat melakukan diskriminasi tarif secara rasional untuk menghilangkan rasa ketidakadilan. Selain itu dalam konteks belanja, Pemerintah Daerah harus mengalokasikan belanja daerah secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum. Untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektifitas anggaran, maka dalam perencanaan anggaran perlu diperhatikan : 1. Penetapan secara jelas tujuan dan sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator kinerja yang ingin dicapai; 2. Penetapan prioritas kegiatan dan penghitungan beban kerja, serta penetapan harga satuan yang rasional. Aspek penting lainnya yang diatur dalam peraturan pemerintah ini adalah keterkaitan antara kebijakan (policy), perencanaan (planning) dengan penganggaran (budget) oleh pemerintah daerah, agar sinkron dengan berbagai kebijakan pemerintah sehingga tidak menimbulkan tumpang tindih pelaksanaan program dan kegiatan oleh pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Proses penyusunan APBD pada dasarnya bertujuan untuk menyelaraskan kebijakan ekonomi makro dan sumber daya yang tersedia, mengalokasikan sumber daya secara tepat sesuai kebijakan pemerintah dan mempersiapkan kondisi bagi pelaksanaan pengelolaan anggaran secara baik. Oleh karena itu pengaturan penyusunan anggaran merupakan hal penting agar dapat berfungsi sebagaimana diharapkan yaitu: 1. dalam konteks kebijakan, anggaran memberikan arah kebijakan perekonomian dan menggambarkan secara tegas penggunaan sumberdaya yang dimiliki masyarakat; 2. fungsi utama anggaran adalah untuk mencapai keseimbangan ekonomi makro dalam perekonomian; 3. anggaran menjadi sarana sekaligus pengendali untuk mengurangi ketimpangan dan kesenjangan dalam berbagai hal di suatu negara. Proses Penyusunan APBD Penyusunan APBD diawali dengan penyampaian kebijakan umum APBD sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD. Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, Pemerintah Daerah bersama dengan DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah. Kepala SKPD selanjutnya menyusun Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD) yang disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Rencana Kerja dan Anggaran ini disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sudah disusun. Rencana Kerja dan Anggaran ini kemudian disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.Proses selanjutnya Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.APBD yang disetujui DPRD ini terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Jika DPRD tidak menyetujui Rancangan Perda APBD tersebut, untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran daerah setinggi-tinginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya dengan prioritas untuk belanja yang mengikat dan wajib. A. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Dalam pengelolaan keuangan daerah dikenal adanya dua macam pengelolaan yaitu. Yang pertama adalah Pengelolaan Umum Dalam hal ini Kepala Daerah adalah pemegang kekuasaan umum pengelolaan keuangan darah. Kekuasaan ini meliputi antara lain : • Fungsi perencanaan umum. • Fungsi pemungutan pendapatan. • Fungsi perbendaharaan umum daerah. • Fungsi penggunaan anggaran, serta • Fungsi pengawasan dan pertanggung jawaban Selaku pejabat pemegang kekuasaan umum Kepala Daerah mendelegasikan sebagian atau seluruh Kewenangannya kepada Sekretaris Daerah atau perangkat pengelola keuangan daerah. Yang kedua adalah Pengelolaan Khusus Dalam hal ini adalah bendahara umum daerah yang berwenang untuk menerima, menyimpan, membayar atau mengeluarkan uang dan barang serta berkewajiban mempcrtanggungjawabkan kepada kepala daerah Dalam pengelolaan keuangan daerah dikenal istilah otorisator, ordonator. Kewenangan otorisator adalah kewenangan untuk mengambil tindakan-tindakan yang mengakibatkan adanya pengeluaran dan atau penerimaan daerah serta wewenang untuk menguji tagihan, memerintahkan pembayaran dan atau penagihan sebagai akibat adanya tindakan “Otorisator”. Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam peraturan menteri ini meliputi kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, azas umum dan struktur APBD, penyusunan rancangan APBD, penetapan APBD, penyusunan dan penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki DPRD, pelaksanaan APBD, perubahan APBD, pengelolaan kas, penatausahaan keuangan daerah, akuntansi keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah, dan pengelolaan keuangan BLUD. Pengelolaaan keuangan daerah dimulai dengan perencanaan /penyusunan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Penyusunan APBD sebagaimana berpedoman kepada RKPD dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara. APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD yang disusun oleh pemerintah daerah telah mengalami perubahan dari yang bersifat incramental menjadi anggaran berbasis kinerja sesuai dengan tuntutan reformasi. Dilihat dari aspek masyarakat (customer) dengan adanya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik maka dapat meningkatnya tuntutan masyarakat akan pemerintah yang baik, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk bekerja secara lebih efisien dan efektif terutama dalam menyediakan layanan prima bagi seluruh masyarakat. Dilihat dari sisi pengelolaan keuangan daerah khususnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka kontribusi terhadap APBD meningkat tiap tahun anggaran hal ini didukung pula dengan tingkat efektivitas dari penerimaan daerah secara keseluruhan sehingga adanya kemauan dari masyarakat untuk membayar kewajibannya kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk pajak dan retribusi. Dengan berlandaskan pada dasar hukum di atas maka penyusunan APBD sebagai rencana kerja keuangan adalah sangat penting dalam rangka penyelenggaraan fungsi daerah otonom. Dari uraian tersebut boleh dikatakan bahwa APBD sebagai alat / wadah untuk menampung berbagai kepentingan publik (public accountability) yang diwujudkan melalui berbagai kegiatan dan program, di mana pada saat tertentu manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat umum. B. PENATAUSAHAAN KEUANGAN DAERAH Pada prinsipnya kegiatan tata usaha keuangan daerah dapat dibagi atas dua jenis, yaitu : Tata Usaha Umum dan Tata Usaha Keuangan.  Tata Usaha Umum adalah menyangkut kegiatan surat menyurat, mengagenda, mengekspedisi, menyimpan surat-surat penting atau mengarsipkan kegiatan dokumentasi lainnya.  Tata Usaha Keuangan adalah tata buku yang merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis di bidang keuangan berdasarkan prinsip-prinsip, standar-standar tertentu serta prosedur-prosedur tertentu sehingga dapat memberikan informasi aktual di bidang keuangan. Dokumen yang digunakan pada prosedur Penatausahaan Keuangan Daerah berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keaungan Daerah, diantaranya sebagai berikut : a) Anggaran Kas; Yaitu dokumen perkiraan arus kas masuk yang bersumber dari penerimaan dan arus kas keluar untuk mengatur ketersediaan dana yang cukup guna mendanai pelaksanaan kegiatan dalam setiap periode. b) Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD); Yaitu dokumen yang memuat pendapatan, belanja dan pembiayaan yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh pengguna anggaran. c) Buku Kas Umum Daerah; tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh kepala daerah untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan digunakan untuk membayar pengeluaran daerah. d) Rekening Kas Umum Daerah; Yaitu rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh kepala daerah untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan digunakan untuk membayar pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan. e) Surat Pertanggungjawaban (SPJ); Yaitu surat/laporan pertanggungjawaban atas pengelolaan penerimaan uang yang disampaikan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) selaku Bendahara Umum Daerah (BUD), dan laporan pertanggungjawaban penggunaan uang persediaan/ganti uang persediaan/tambah uang persediaan kepada kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) melalui Pejabat Pengelola Keuangan (PPK-SKPD) paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya. f) Bukti penerimaan dan pengeluaran lain yang sah. Yaitu bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran lain yang sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. C. PENGANGGARAN Penganggaran merupakan suatu proses yang tidak terpisahkan dalam perencanaan. Penganggaran dalam sistem pengelolaan keuangan negara tergambarkan pada penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Adapun fungsi anggaran, baik APBN maupun APBD yaitu sebagai berikut: 1. Fungsi otorisasi, 2. Fungsi perencanaan, 3. Fungsi pengawasan, 4. Fungsi alokasi, 5. Fungsi distribusi, 6. Fungsi stabilitasasi, 1. Pengintegrasian Antara Rencana Kerja dan Anggaran Dalam penyusunan anggaran dewasa ini digunakan pendekatan budget is a plan, a plan is budget. Oleh karena itu, antara rencana kerja dan anggaran merupakan satu kesatuan, disusun secara terintegrasi. Untuk melaksanakan konsep ini Pemerintah harus memiliki rencana kerja dengan indikator kinerja yang terukur sebagai prasyaratnya. 2. Penyatuan Anggaran Pendekatan yang digunakan dalam penganggaran adalah mempunyai satu dokumen anggaran, artinya Menteri/Ketua Lembaga /Kepala SKPD bertanggung jawab secara formil dan materiil atas penggunaan anggaran di masing-masing instansinya. Tidak ada lagi pemisahan antara anggaran rutin dan pembangunan. Dengan pendekatan ini diharapkan tidak terjadi duplikasi anggaran, sehingga anggaran dapat dimanfaatkan secara lebih efisien dan efektif. 3. Penganggaran Berbasis Kinerja dalam anggaran ini adalah alokasi anggaran sesuai dengan hasil yang akan dicapai, terutama berfokus pada output atau keluaran dari kegiatan yang dilaksanakan. Oleh karena itu, untuk keperluan ini diperlukan adanya program/kegiatan yang jelas, yang akan dilaksanakan pada suatu tahun anggaran. Dalam penerapan anggaran berbasis kinerja ini diperlukan adanya: indikator kinerja, khususnya output (keluaran) dan outcome (hasil), standar pelayanan minimal yang harus dipenuhi oleh pemerintah, standar analisa biaya, dan biaya standar keluaran yang dihasilkan. 4. Penggunaan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah Pemerintah dituntut untuk menjaga kesinambungan penyelenggaraan fungsi pemerintahan. Oleh karena itu, Pemerintah wajib menyusun Rencana Kerja Jangka Panjang, Rencana Kerja Jangka Menengah/Rencana Strategis, dan Rencana Kerja Tahunan. Dalam rangka menjaga kesinambungan program/ kegiatannya, pemerintah dituntut menyusun anggaran dengan perspektif waktu jangka menengah. Selain menyajikan anggaran yang dibutuhkan selama tahun berjalan, pemerintah juga dituntut memperhitungkan implikasi biaya yang akan menjadi beban pada APBN/APBD tahun anggaran berikutnya sehubungan dengan adanya program/kegiatan tersebut. 4. Klasifikasi anggaran Dalam rangka meningkatkan kualitas informasi keuangan, Pemerintah menggunakan klasifikasi anggaran yang dikembangkan mengacu pada Government Finance Statistic (GFS) sebagaimana yang sudah diterapkan di berbagai negara. Klasifikasi anggaran dimaksud terdiri dari klasifikasi menurut fungsi, menurut organisasi, dan menurut jenis belanja. D. PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH Pengawasan keuangan negara dan daerah merupakan bagian integral dari pengelolaan keuangan negara dan daerah. Menurut Baswir. Manajemen keuangan daerah dalam Halim A. (2004 : 307-308), bahwa berdasarkan pengertiannya pengawasan keuangan negara dan daerah pada dasarnya mencakup segala tindakan untuk menjamin agar pengelolaan keuangan negara dan daerah berjalan sesuai dengan rencaa, ketentuan dan undang-undang yang berlaku. Sedangkan berdasarkan obyeknya, pengawasan APBN / APBD, pengawasan BUMN / BUMD, maupun pengawsan barang-barang milik negara dan daerah lainnya. Pengawasan keuangan negara dan daerah menurut ruang lingkupnya dibedakan menurut jenis, yaitu : 1. Pengawasan intern, dapat dibedakan menjadi dua : a. Pengawasan intern dalam arti sempit, b. Pengawasan intern dalam arti luas, 2. Pengawasan ekstern, Artinya pengawasan keuangan daerah dapat menjamin kesesuaian pengelolaan APBD dengan rencana dan tujuan yang telah ditetap E. PERTANGGUNG JAWABAN KEUANGAN DAERAH Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Kewenangan yang bersifat umum meliputi penetapan arah, kebijakan umum, strategi, dan prioritas dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang antara lain berkaitan dengan penetapan pedoman pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN, penetapan pedoman penyusunan rencana kerja kementerian negara/lembaga, penetapan gaji dan tunjangan, serta pedoman pengelolaan Penerimaan Negara. Sedangkan kewenangan yang bersifat khusus meliputi keputusan/kebijakan teknis yang berkaitan dengan pengelolaan APBN yang antara lain berkaitan dengan keputusan sidang kabinet di bidang pengelolaan APBN, keputusan rincian APBN, keputusan dana perimbangan, dan penghapusan aset dan piutang negara. Atas pembagian kekuasaan pengelolaan Keuangan Negara tersebut, maka keuangan negara dapat dikelompokkan dalam 3 sub bidang, yaitu: 1. Sub bidang Pengelolaan fiskal, meliputi fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan, administrasi kepabeanan, perbendaharaan, dan pengawasan keuangan. 2. Sub bidang pengelolaan moneter, meliputi pelaksanakan kebijakan moneter, pengaturan suku bunga dan jumlah uang beredar, serta upaya untuk mencapai kestabilan nilai rupiah. 3. Sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, meliputi penyertaan modal pemerintah kepada perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat 4. Pembagian kekuasaan bidang pengelolaan Keuangan Negara perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances, mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan serta diterapkannya prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance) dalam lingkungan pemerintahan.

Senin, 23 Februari 2015

Fungsi Pajak, Pengaruh Pajak dan Subsidi Terhadap Keseimbangan Pasar

PENGERTIAN PAJAK Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. FUNGSI PAJAK • Fungsi budgetair, yang disebut pula sebagai fungsi penerimaan dan sumber utama kas negara. Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran- pengeluaran pemerintah. • Fungsi regular, yang disebut pula sebagai fungsi mengatur/ alat pengatur kegiatan ekonomi. Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang social dan ekonomi. • Fungsi alokasi, yang disebut pula sebagai sumber pembiayaan pembangunan. Kas negara yang telah terisi dan bersumber dari pajak yang telah terhimpun, harus dialokasikan untuk pembiayaan pembangunan dalam segala bidang. • Fungsi distribusi, yang disebut pula sebagai alat pemerataan pendapatan. Wajib pajak harus membayar pajak , pajak tersebut digunakan sebagai biaya pembangunan dalam segala bidang. Biaya pembangunan tersebut harus merata ke seluruh pelosok tanah air agar seluruh lapisan masyarakat dapat menikmatinya. JENIS PAJAK • Pajak Penghasilan PPh adalah Pajak atas penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan bentuk apapun yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan jasa dan kegiatan. Untuk perorangan/pribadi : Besarnya PTKP (penghasilan tidak kena pajak) : 1. Untuk diri Wajib Pajak orang pribadi Rp. 15.840.000,- 2. Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp. 1.320.000,- 3. Tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami Rp. 15.840.000,- 4. Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga Rp. 1.320.000,- TARIF PAJAK PPH : Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak sampai dengan Rp. 50.000.000,- 5 % > Rp. 50.000.000,- s/d Rp. 250.000.000,- 15 % > Rp. 250.000.000,- s/d Rp. 500.000.000,- 25 % > Rp. 500.000.000,- 30 % Pajak Pertambahan NilaiPajak Penjualan atas Barang Mewah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen). CONTOH SOAL 1) Ibnu zabila adalah seorang karyawan yang bekerja pada sebuah perusahaan PT. matahari abadi dengan memperoleh gaji sebulan sebesar Rp. 5.000.000 , membayar iuran pensiun sebesar Rp. 100.000, ia berstatus telah menikah tetapi belum memiliki anak. Dia juga telah memiliki NPWP . Jawaban : Gaji sebulan Rp. 5.000.000 Pengurangan : Biaya jabatan 5% x Rp.5.000.000=250.000 Rp. 350.000 Penghasilan neto sebulan Rp. 4.650.000 Penghasilan neto setahun Rp. 55.800.000 PTKP Setahun : Untuk WP sendiri Rp. 15.840.000 Tambahan WP kawin Rp. 1.320.000 Rp. 17.160.000 PKP Setahun Rp. 38.640.000 Pph terutang : 5% x Rp.38.640.000 = Rp. 1.932.000 Pph sebulan : Rp.1.932.000 : 12 = Rp. 161.000 Pengaruh Pajak Terhadap Keseimbangan Pasar Pajak di bagi menjadi dua, yaitu pajak Spesifik dan Pajak Proporsional pajak Spesifik adalah Pajak Yang ditentukan langsung oleh pemerintah jumlah harganya perunit pajak Proporsional adalah Pajak yang tidak ditentukan langsung oleh pemerintah jumlah harganya perunit dari sebuah barang, akan tetapi pemerintah menentukan jumlah pajaknya itu berdasarkan prosentase dikalikan dengan harga barang tersebut. Pengaruh Pajak Spesifik Terhadap Keseimbangan Pasar Pemerintah dalam memungut pajak, tidak memungutnya langsung dari pembeli, namun menggunakan cara mengambil melalui penjual. Fungsi Penawaran sebelum pajak ==> p=a+bQ Pajak Spesifik (t) Fungsi Penawaran setelah Pajak ==> p=a+bQ+t ==> p=(a+t)+bQ Contoh: Fungsi Permintaannya p=15 – Q Fungsi Penawarannya p=3 + 0,5Q Contoh Soal: 1. Tentukan keseimbangan pasarnya(ME) 2.Tentukan Keseimbangan Pasar (ME) jika pemerintah mengenakan Pajak Spesifik sebesar 3/unit? Jawab: 1). D —> P=15-Q S —> P=3+0,5Q rumus D=S 15-Q=3+0,5Q 15-3=Q+0,5Q 12=1,5Q Q=12/1,5 Q=8 P=15-Q P=15-8 P=7 Jadi Kseimbangan pasarnya adalah ketika harganya 7 dan jumlah barangnya adalah 8 2. ) Jawab : D –> P=15-Q S –>P=3+0,5Q+3 —-> P=6+0,5Q D=S 15-Q=6+0,5Q 15-6=Q+0,5Q 9= 1,5Q Q=9/1,5 Q=6 P=15-Q P=15-6 P=9 Jadi Keseimbangan Pasar Setelah Dikenakan Pajak Spesifik Harganya menjadi 9 dan jumlah barang yang diminta adalah 6 Contoh soal yang lain : Pajak yang dikenakan atas penjualan selalu menambah harga barang yang ditawarkan, sehingga hanya mempengaruhi fungsi penawaran, sedang fungsi permintaannya tetap. Contoh: Fungsi permintaan ditunjukkan dengan P = 50 – 2Q, dan fungsi penawaran ditunjukkan dengan P = -30 + 2 Q. Terhadap barang tersebut dikenakan pajak sebesar Rp 10,00 per unit. Tentukan Titik keseimbangan pasar setelah pajak. Jawab: Penawaran sesudah pajak: P = -30 + 2 Q + 10 P = -20 + 2 Q Sedangkan persamaan permintaan tetap. Keseimbangan pasar setelah pajak : Pd = Ps 50 – 2Q = -20 + 2 Q -4 Q = -70 Q = 17,5 Jika Q = 17,5 maka P = 50 – 2 (17,5) = 15 Jadi keseimbangan setelah pajak adalah P = 15 dan Q = 17,5 atau (17,5 ; 15) PENGARUH SUBSIDI TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR Subsidi merupakan bantuan yang diberikan pemerintah kepada produsen dan konsumen, sehingga subsidi selalu megurangi harga barang yang ditawarkan atau hanya mempengaruhi fungsi penawaran, sedang fungsi permintaannya tetap. Contoh Soal: Fungsi permintaan ditunjukkan dengan P = 50 – 2Q, dan fungsi penawaran ditunjukkan dengan P = -30 + 2 Q. Terhadap barang tersebut Pemeintah memberi subsidi Rp 10,00 per unit. Tentukan Titik keseimbangan pasar setelah subsidi Jawab: Penawaran tanpa subsidi : P = -30 + 2 Q Penawaran dengan subsidi: P = -30 + 2 Q – 10 P = -40 + 2 Q Karena persamaan permintaannya tetap, maka keseimbangan setelah subsidi adalah 50 – 2Q = -40 + 2 Q -4 Q = -90 Q = 22,5 Jika Q = 22,5 maka P = 50 – 2 (22,5) = 5 Jadi keseimbangan setelah subsidi adalah: P = 5 dan Q = 22,5 atau (22½, 5) Jenis-jenis fungsi dalam Ilmu Ekonomi 1. FUNGSI PERMINTAAN (demand function) Merupakan hubungan fungsional antara banyaknya barang yang diminta (dibeli) konsumen dengan tingkat harga barang pada pasar dan saat tertentu, dinyatakan : D : P = f(Q) D : Q = f(P) P adalah harga barang tiap unit. Q adalah banyaknya barang yang dibeli. Bentuk-bentuk Fungsi Permintaan 1. a. Bentuk Linear 1. D : Q = a + bP, a > 0, b 0 2. D : Q = a + bQ, a > 0, b 0 3. D : aQ + bQ = c, a, b, c sama tandanya dan diambil bilangan positif. 4. D : Q = konstan, sejajar sumbu P Pada bentuk 1, 2, dan 3 maka gradien dari garis ini (disebut juga dengan slope), menunjukkan tingkat perbandingan antara besarnya perubahan harga barang dan besarnya barang yang diminta konsumen. 1. b. Bentuk Kuadratis D : Q = aP2 + bP + c, a < 0, b 0, c > 0 D : Q = aQ2 + bQ + c, untuk a > 0, maka b < 0, c > 0, b2 – 4ac 0 untuk a < 0, maka b 0, c > 0 1. c. Bentuk Pecahan (hiperbolis) D : Q = atau D : atau D : atau , an – bm < 0, a berlawanan arah dengan b,m, n d. Bentuk Eksponensial (logaritmik) D : P = , a > 0 Kurva Fungsi Permintaan Berbentuk monoton turun dari kiri atas ke kanan bawah. Pada sistem koordinat Cartesius terletak pada kuadran I. Contoh : Fungsi permintaan sebuah barang ditunjukkan oleh persamaan QD = 75 – 3P 1. Gambarkan kurva permintaannya! 2. Berapa jumlah yang diminta jika harganya = 10? 3. Berapa jumlah yang diminta jika barangnya gratis? 4. Berapa harga barang tsb. jika jumlah yang diminta = 15? 5. Berapa harga barang tsb. jika tidak ada permintaan? Penyelesaian : a. QD = 75 – 3P Jika , sehingga gambar kurva permintaan adalah. b. Barang gratis c. Tidak ada permintaan 2. FUNGSI PENAWARAN (supply fucntion) Merupakan hubungan fungsional antara banyaknya barang yang ditawarkan supplier (penjual barang) dengan tingkat harga tersebut tiap unit pada pasar dan saat tertentu, dinyatakan sebagai : S : P = f(Q) S : Q = f(P) Bentuk-bentuk Fungsi Penawaran 1. a. Bentuk linear S : Q = a + bP, a < 0, b > 0 S : P = a + bQ, a > 0, b > 0 S : aQ + bP = c, a beralawanan tanda dengan b dan c S : P = konstan Q = konstan 1. b. Bentuk kuadratis S : Q = aP2 + bP + c, a > 0, b = sebarang, c < 0 S : P = aQ2 + bQ + c, a > 0, b 0, Q > 0 c. Bentuk Eksponensial S : P = aemQ, a > 0, Q > 0 Kurva Fungsi Penawaran Berbentuk monoton naik dari kiri bawah ke kanan atas 3. Menentukan Fungsi Permintaan dan Fungsi Penawaran Jika diketahui data permintaan dan penawaran terhadap suatu jenis barang pada beberapa tingkat tertentu, maka dapat ditentukan bentuk fungsinya, sebagai berikut : A. Bentuk Linear Dari dua data permintaan (penawaran) terhadap suatu jenis barang, misal (Q1, P1) dan (Q2, P2), maka dapat ditentukan fungsinya dengan menggunakan : 1. Rumus persamaan garis yang melalui 2 titik, yaitu : 1. Rumus persamaan garis yang melalui titik dan gradien garis yang diketahui P – P1 = m( Q – Q1 ) , dengan m = gradien = Contoh : Data mengenai harga permintaan dan penawaran komoditi x ditunjukkan oleh tabel berikut : P 0 2 4 6 8 10 D 50 40 30 20 10 0 S -15 0 15 30 45 60 P = harga per unit D = jumlah yang diminta S = jumlah yang ditawarkan 1. Tentukan fungsi permintaan dan fungsi penawaran jika dipilih harga = 2 dan harga = 8. 2. Tentukan fungsi permintaan dan fungsi penawaran jika dipilih harga = 2. Penyelesaian : 1. Mencari fungsi permintaan : Jika P1 = 2, Q1 = 40 P2 = 8, Q2 = 10 -30P + 60 = 6Q – 240 Q = – 5P + 50 Mencari fungsi penawaran : Jika P1 = 2, Q1 = 0 P2 = 8, Q2 = 45 45P – 90 = 6Q P = (2/5)Q + 2 2. Mencari Fungsi permintaan P1 = 2, Q1 = 40 Pada kenaikan harga = 2, maka barang yang diminta turun sebesar 10 unit. Ini berarti koefisien arah kurva permintaan = , sehingga m = Fungsi permintaan adalah : P – P1 = m( Q – Q1 ) P – 2 = ( Q – 40 ) Q = - 5P + 6 Mencari Fungsi Penawaran P1 = 2, Q1 = 0 Pada kenaikan harga = 2, maka barang yang ditawarkan naik sebesar 15 unit. Ini berarti koefisien arah kurva permintaan = , sehingga m = Fungsi permintan adalah : P – P1 = m( Q – Q1 ) P – 2 = ( Q – 0 ) P = 7,5Q – 15 B. Bentuk Non Linear Jika data permintaan atau penawaran diketahui lebih dari 2 pasang data, maka perlu diselidiki dahulu apakah konstan atau tidak. Jika tidak konstan, maka bentuk fungsi permintaan atau penawarannya adalah non linear. Untuk menentukan bentuk fungsi non linear, perlu ditetapkan bentuk fungsi apakah kuadratis,pecahan atau eksponensial. Contoh ; Tabel berikut adalah data penawaran terhadap suatu jenis barang P 22 18 16 Qs 84 58 33 Tentukan fungsi penawaran, jika bentuknya adalah Q = aP2 + bP + c Penyelesaian : = , berarti tidak konstan, sehingga fungsi penawaran adalah non linear, fungsi penawaran berbentuk kuadratis, yaitu Q = aP2 + bP + c, sehingga variabel a, b, c dapat dihitung dengan cara memasukkan data tersebut ke persamaan Q = aP2 + bP + c, yaitu : Untuk (33, 16 ), maka 256 a2 + 16b + c = 33 Untuk ( 58, 18 ), maka 324a + 18b + c = 58 Untuk ( 84, 22 ), maka 484a + 22b + c = 84 Dari ke tiga persamaan di atas diperoleh : a = 1/4, b = -1 dan c = – 15 Sehingga fungsi penawaran adalah S : 4. MARKET EQUILIBRIUM (keseimbangan pasar) Jika suatu saat diketahui fungsi permintaan dan fungsi penewaran suatu jenis barang, maka yang dimaksud dengan Market Equilibrium (=ME) terhadap barang ini adalah keadaan dimana tercapai keseimbangan antara harga barang yang ditawarkan supplier (penjual barang) dengan harga yang diminta konsumen. Syarat untuk mencapai keseimbangan adalah jumlah produk yang diminta konsumen harus sama dengan jumlah produk yang ditawarkan oleh produsen ( Qd = Qs) atau harga produk yang diminta sama dengan harga produk yang ditawarkan (Pd = Ps). Secara geometris ME (Qe , Pe) ditunjukkan oleh perpotongan antara kurva permintaan dengan kurva penawaran. Adakalanya terjadi perpotongan antara kurva permintaan dan kurva penawaran tidak di kuadran I. Hal ini berarti bahwa keseimbangan pasar tidak mempunyai arti ekonomi, karena Qe bernilai negatif. Contoh : Jika diketahui fungsi permintaan dan fungsi penawaran terhadap suatu jenis barang adalah sbb.: D : Q = 16 – 2P S : P = 3 + 0,5 Q Tentukan harga keseimbangan dan jumlah keseimbangannya. Penyelesaian : Dari fungsi D dan S dibuat tabel sbb. : D : S : Q 0 4 P 8 6 Q 0 3 P 6 6 Kurva untuk D : Q = 16 – 2P dan S : P = 3 + 0,5 Q Market Equilibrium dapat ditentukan dengan memotongkan ke dua persamaan D dan S, D : Q = 16 – 2P S : P = 3 + 0,5 Q Menghasilkan : Q = 16 -2(3 + 0,5Q) = 10 – Q 2Q = 10 atau Qe = 5, sehingga P = 3 + 0,5 (5) atau Pe = 11/2 Jadi ME adalah ( 5, 11/2 ) Latihan Soal : 1. Fungsi permintaan vulpen dari suatu merek dicerminkan oleh gejala berikut : jika dijual seharga Rp. 5000,00 per buah, laku sebanyak 3000 buah; sedangkan jika dijual dengan harga Rp. 4000,00 akan laku sebanyak 6000 buah. 1. Rumuskan fungsi permintaannya, serta gambarkan kurvanya. 2. Berapa jumlah vulpen yang diminta seandainya barang ini diberikan secara cuma-cuma? 3. Berapa harga maksimum vulpen tersebut agar masih ada konsumen yang bersedia membelinya? 2. Fungsi penawaran sebuah barang ditunjukkan oleh persamaan Qs = -7 + 28P a. Gambarkan kurva penawarannya. 3. Berapa jumlah yang ditawarkan jika harganya = 3? c. Berapa harga minimum agar produsen masih bersedia menjual barangnya? 3. Jika diketahui fungsi : D : dan S : , maka : a. Gambarkan ke dua fungsi tersebut dalam satu sistem koordinat b. Dapatkan market equilibrium. 5. FUNGSI PERMINTAAN DAN FUNGSI PENAWARAN LINEAR UNTUK DUA MACAM BARANG Fungsi permintaan dan fungsi penawaran terhadap dua jenis barang selain ditentukan oleh harga barang tersebut juga dipengaruhi oleh tingkat harga barang lainnya. Barang-barang semacam ini adalah barang-barang yang mempunyai hubungan substitusi (saling menggantikan), misal teh dan kopi, dan barang-barang yang mempunyai hubungan komplementer (saling melengkapi), misal teh dan gula. Jika barang x dan y mempunyai hubungan penggunaan, maka : Fungsi permintaannya adalah : D : Qdx = f(Px , Py) Qdy = f(Px , Py) Fungsi penawarannya adalah : S : Qsx = f(Px , Py) Qsy = f(Px , Py) Keseimbangan Pasar 2 Macam Barang Keseimbangan pasar akan terjadi jika jumlah yang diminta dari produk x sama dengan jumlah yang ditawarkan dari produk x, yaitu : Qdx = Qsx Dan jumlah yang diminta dari produk y sama dengan jumlah yang ditawarkan dari produk y, yaitu : Qdy = Qsy Contoh : Permintaan akan barang X ditunjukkan oleh persamaan , sedangkan penawarannya adalah . Sementara itu permintaan akan barang Y ditunjukkan oleh persamaan , sedangkan penawarannya adalah . Berapa harga keseimbangan dan jumlah keseimbangan yang tercipta di pasar untuk masing-masing barang tersebut ? Penyelesaian : Keseimbangan pasar barang X : Qdx = Qsx …………………………………………………………………(1) Keseimbangan pasar barang Y : Qdy = Qsy ……………………………………………………………………………………(2) Dari (1) dan (2) : ( – ) Py = 2 Untuk Py = 2, maka Px = 2 Selanjutnya substitusikan nilai Py = 2 dan Px = 2 ke persamaan atau Px = 2 ke persamaan , diperoleh . Kemudian substitusikan nilai Py = 2 dan Px = 2 ke persamaan atau Py = 2 ke persamaan , diperoleh . Jadi , 1. 6. EXCESS DEMAND DAN EXCESS SUPPLY Jika pada tingkat harga , banyaknya barang yang diminta lebih banyak dari banyaknya barang yang ditawarkan sehingga , maka terjadi kelebihan permintaan yang disebut dengan excess demand, hal ini terjadi jika . Excess Demand = Jika pada tingkat harga , banyaknya barang yang ditawarkan lebih banyak dari banyaknya barang yang diminta, sehingga , maka terjadi kelebihan penawaran yang disebut dengan excess supply, hal ini terjadi jika . Excess Supply = Dalam keadaan excess demand, maka harga barang cenderung naik dan dalam keadaan excess supply, maka harga barang cenderung turun, sehingga pada akhirnya terjadi keseimbangan, yaitu : Atau, excess demand = excess supply Contoh : Fungsi permintaan dan fungsi penawaran suatu barang adalah : D : S : Tentukan besarnya excess demand atau excess supply pada tingkat harga 15 satuan. Penyelesaian : Pada tingkat harga 15, maka : D : atau Jika ada dua harga Q yang positif, pilih harga positif terkecil, sehingga dipilih Qd = 1 dan pada harga tersebut Qs = 15 – 6 = 9 unit. Karena , maka yang terjadi tingkat harga 15 adalah excess supply sebanyak 9 – 1 = 8 unit. 7. PENGARUH BEBAN PAJAK TERHADAP FUNGSI PENAWARAN Penjualan barang dan jasa biasanya dikenakan pajak oleh pemerintah, yang ditarik dari penjual (supplier) yang disebut sebagai pajak penjualan, sehingga terjadi perubahan keseimbangan pasar, harga produk naik dan jumlah produk yang diminta berkurang. Beban pajak yang dikenakan pemerintah dapat digolongkan dalam : 1. Pajak t satuan rupiah terhadap setiap unit barang tersebut; 2. Pajak menurut % tertentu (= r %) terhadap setiap unit barang. a. Beban Pajak t Satuan Rupiah Terhadap Setiap Unit Barang Jika dibebani pajak t satuan per unit barang, maka fungsi penawaran S akan berubah menjadi St , yaitu : 1. Jika S : P = f(Q), maka St : P = f(Q) + t 2. Jika S : Q = f(P), maka St : Q = f(P – t) Dan keseimbangan pasar menjadi : D = St Sehingga terjadi harga keseimbangan setelah pajak Pt dan jumlah keseimbangan setelah pajak Qt Contoh : Diketahui fungsi D : Q = -P + 80, dan S : P = 0,5 Q + 35 Jika terhadap barang ini pemerintah membebani pajak 15 satuan rupiah per unit barang, tentukan : 1. ME sebelum dan sesudah dibebani pajak dan berapa % dari seluruh total tax (pajak) yang ditanggung konsumen. 2. b. Gambar kurva D, S, dan St Penyelesaian : 1. D : Q = -P + 80 atau P = – Q + 80 ME dicapai jika D = S Sehingga - Q + 80 = 0,5 Q + 35 atau 1,5 Q = 45 atau Qe = 30 unit dan Pe sebelum pajak = – 30 + 80 = 50. Jadi ME sebelum dibebani pajak E1(30, 50). Beban pajak t = 15, mengakibatkan fungsi supply berubah dari : S : P = 0,5 Q + 35 menjadi St : P = S : P = 0,5 Q + 35 + t = 0,5 Q + 35 + 15 = 0,5 Q + 50 1. ME setelah dibebani pajak, dicapai jika D = St , sehingga : -Q + 80 = 0,5 Q + 50 atau 1,5 Q = 30 atau Qe baru = 20 dan Pe baru = -20 + 80 = 60 satuan rupiah. Jadi ME yang baru adalah E2(20, 60) Seluruh jumlah pajak yang akan diterima pemerintah = total tax, adalah : Qe baru . t = 20 . 15 = 300 satuan rupiah Sedangkan bagian pajak yang ditanggung konsumen adalah : Qe baru . (Pe baru – P) = 20 (60 – 50) = 200 unit rupiah dan , jumlah ini = dari total tax. 1. Kurva D, S dan St adalah Kurva S sejajar St D : Q = -P + 80 , S : P = 0,5Q + 35, E1(30, 50) , St : P = 0,5Q + 50, E2(20, 60) P P Dari contoh di atas terlihat bahwa selisih antara tingkat harga sesudah dibebani pajak dengan tingkat harga sebelum dibebani pajak = 60 – 50 = 10, lebih kecil dari beban pajak 15 satuan rupiah. Hal ini disebabkan karena dengan naiknya haraga barang, maka banyaknya barang yang diminta konsumen berkurang dari 30 menjadi 20 unit, tetapi jumlah pajak yang diterima pemerintah tetap dihitung 15 satuan rupiah per unit barang yang terjual, yaitu 20 x 15 = 300 satuan rupiah. b. Pajak r % t Terhadap Setiap Unit Barang. Setelah dibebani pajak r %, maka fungsi penawaran S akan berubah menjadi Sr , yaitu : Jika S : P = f(Q), maka Sr : Jika S : Q = f(P), maka Sr : Kurva Sr berada diatas kurva S, dengan : Ordinat Sr – ordinat S = r % ordinat S Pr – Ps = r % Ps Contoh : Pemerintah membebani pajak 10 % terhadap barang dengan fungsi penawaran : 1. S : 2. S : Tentukan fungsi Sr untuk kurva penawaran a dan b Penyelesaian : 1. Beban pajak 10 %, berarti r = 10, jadi : Sr : 2. S : Qr = f(P) = 3P – 6, tax 10 % berarti r = 10 Jadi Sr : dan Sr : Pajak total yang diterima pemerintah dan yang ditanggung konsumen dan produsen (supplier). Jika ME sebelum dibebani pajak adalah E1(Qe ,Pe ), dengan dibebani pajak sebesar t satuan rupiah, maka ME menjadi Et (Qt , Pt) , sehingga : 1. Pajak yang diterima pemerintah dapat dihitung dengan mengalikan jumlah barang sesudah pajak (Qt) dengan besarnya pajak per unit barang (t), yaitu : T = Qt . t b. Pajak yang ditanggung konsumen adalah selisih antara harga sesudah pajak (Pt ) dengan harga sebelum pajak (Pe ) dikalikan dengan jumlah barang sesudah pajak (Qt ), yaitu : Td = Qt (Pt – Pe ) c. Pajak yang ditanggung produsen (supplier) adalah selisih antara besarnya pajak yang diterima oleh pemerintah (T) dengan besarnya pajak yang ditanggung konsumen (Td ), yaitu : Ts = T – Td Contoh : Penawaran sebuah barang dicerminkan oleh persamaan Qs = -4 + 2P, sedangkan permintaannya QD = 11 – P. Pemerintah menetapkan pajak sebesar 3 per unit barang. Tentukan besar pajak yang diterima pemerintah dan besar pajak yang ditanggung konsumen dan produsen. Penyelesaian : Syarat ME (keseimbangan pasar) adalah : QD = Qs 11 – P = -4 + 2P atau 3P = 15 atau Pe = 5 dan Qe = 11 – P = 11 – 5 = 6 Jadi E1 (Qe ,Pe) = E1(6, 5) Sebelum pajak : Qs = -4 + 2P atau 2P = Qs + 4, atau Ps = 0,5 Qs + 2 Setelah pajak : Ps = 0,5 Qs + 2 + 3 = 0,5 Qs + 5 atau 2Ps = Qs + 10 atau Qs = -10 + 2Ps, sehingga Qt = -10 + 2P Keseimbangan pasar (ME) setelah pajak adalah : 11 – P = -10 + 2P atau 3P = 21 atau Pt = 7, sehingga Qt = -10 + 2P atau Qt = 4 Jadi Et (Qt , Pt) = Et (4, 7) Pajak yang diterima oleh pemerintah adalah : T = Qt . t = 4 . 3 = 12 Pajak yang ditanggung konsumen adalah : Td = Qt (Pt – Pe ) = 4(7 – 5) = 8 Pajak yang ditanggung produsen : Ts = T – Td = 12 – 8 = 4 Pajak r % terhadap setiap unit barang Dengan beban pajak r %, jika kseimbangan pasar E(Qe , Pe), maka keseimbangan pasar sesudah dibebani pajak menjadi Er (Qr , Pr) , maka : Pajak yang diterima pemerintah adalah : T = Pajak yang ditanggung konsumen adalah : Td = Qt (Pt – Pe) Pajak yang ditanggung supplier Ts = T – Td Contoh : Fungsi permintaan suatu jenis barang adalah : , Fungsi penawaran merupakan fungsi linear dengan data sebagai berikut: a. Jika tingkat harga 13 per unit, maka tidak ada supplier yang mau menawarkan barangnya. b. Pada tingkat harga 20 satuan rupiah per unit, maka supplier akan menawarkan 14 unit barang. Jika terhadap barang ini pemerintah membebani pajak 40 % per unit barang, tentukan pajak yang ditanggung konsumen dan produsen. Penyelesaian : Data fungsi S yang linear dapat dinyatakan dalam tabel sbb.: P 13 20 Q 0 14 Dengan menggunakan persamaan garis melalui dua titik diperoleh : 14P- 182 = 7Q 14P = 7Q + 182 P = 0,5 Q + 13 Sehingga fungsi penawaran sebelum dibebani pajak adalah S : P = 0,5 Q + 13 ME sebelum dibebani pajak : PD = Ps Harga Q yang memenuhi adalah Qe = 6, sehingga Pe = (0,5)(6) + 13 = 16 Jadi ME (Qe , Pe) = ME (6, 16). Fungsi penawaran : P = 0,5 Q + 13 Beban pajak 40 %, berarti r = 40 Jadi fungsi penawaran sesudah pajak St : = 1,4 Pt = ME sesudah pajak : PD = Pt & Qt = 4 , maka Jadi ME (Qt , Pt) = ME (4, 21) Pajak yang diterima pemerintah adalah : T = = 4(21)() T = 24 Pajak yang ditanggung konsumen adalah ; TD = = 4(21 – 16) TD = 20 Pajak yang ditanggung produsen adalah : TS = T – TD = 24 – 20 TS = 4 Latihan Soal : Jika fungsi permintaan dan fungsi penawaran merupakan fungsi linear dan diketahui pula bahwa :- Jika dibebani pajak sebesar 36 per unit barang maka ME setelah dibebani pajak terjadi pada jumlah barang Qt = 60 dan harga barang Pt = 100. - Jika dibebani pajak 25 % , maka ME terjadi pada tingkat harga 90 satuan rupiah setiap unit dan jumlah barang 80 unit. Pertanyaan : 1. Dapatkan fungsi D dan S sebelum dibebani pajak 2. Dapatkan fungsi Sr dan Dr 3. Dapatkan pajak yang diterima pemerintah, ditanggung konsumen dan produsen. 4. Gambar kurva D, S, St , Sr. 8. PENGARUH SUBSIDI TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR (ME) Jika pemerintah memberikan subsidi atas produk tertentu, maka akan mengubah keseimbangan pasar dengan turunnya harga barang karena fungsi supply akan bergeser ke bawah dari bentuk semula, sedangkan jumlah barang yang diminta akan bertambah (naik). Secara geometri, penurunan harga barang adalah pergeseran kurva penawaran sejauh s. Jika sebelum mendapat subsidi, D : P = f(Q) dan S : P = f(Q), maka setelah subsidi Ss : Ps = f(Q) – s , sehingga keseimbangan pasar (ME) setelah subsidi adalah : D = Ss Subsidi yang dibayar oleh pemerintah Adalah barang yang terjual sesudah subsidi ( Qs ) dikaliakan dengan besarnya subsidi (s), yaitu : S = Qs . s Subsidi yang dinikmati konsumen Adalah selisih antara harga keseimbangan sebelum subsidi (Pe)dengan harga keseimbangan setelah subsidi, yaitu : Sk = Pe – Ps Subsidi yang dinikmati supplier Adalah selisih antara besarnya subsidi (s ) dengan subsidi yang dinikmati konsumen ( Sk ), yaitu: Sp = s – Sk Contoh : Diketahui D : P = 15 – Q dan S : P = 3 + 0,5Q. Pemerintah memberi subsidi 1,5 per unit barang. Tentukan : 1. Besar subsidi yang dibayarkan oleh pemerintah, yang dinikmati konsumen dan produsen. 2. Gambar kurva D, S dan Ss. Penyelesaian : a. ME : D = S 15 – Q = 3 + 0,5Q 1,5 Q = 12 Qe = 8 Pe = 15 – 8 = 7 Setelah subsidi : Ss : P = 3 + 0,5Q – 1,5 P = 0,5Q + 1,5 ME : D = Ss 15 – Q = 0,5Q + 1,5 1,5Q = 13,5 Qs = 9 Ps = (0,5) (9) + 1,5 = 6 Jadi : S = Qs . s = 9 (1,5) = 13,5 Sk = Pe – Ps = 7 – 6 = 1 Sp = s – Sk = 1,5 – 1 = 0,5 9. FUNGSI PENERIMAAN (Fungsi Revenue) Jika diketahui fungsi permintaan terhadap suatu jenis barang adalah : D : P = f(Q) atau Q = f(p) Maka penjual barang akan memperoleh penerimaan yang disebut dengan Total Revenue, yakni : TR = PQ Contoh : Jika diketahui fungsi permintaan D : P = -2Q + 60, maka : TR = PQ = (- 2Q + 60)Q = – 2 Q2 + 60Q …………………………………………………………………………….(1) Sebaliknya jika diketahui fungsi permintaan D : Q = -P2 + 16, maka : TR = QP = (-P2 + 16) P = – P3 + 16 P ……………………………………………………………………………….(2) Kurva Fungsi Penerimaan Jika TR = QP, maka kurva TR merupaka garis lurus yang melalui (0,0) karena untuk Q = 0 maka TR = 0 ( tidak ada barang yang terjual sehingga tidak ada penerimaan ). Dalam pasar monopoli atau yang imperfect competition, kurva TR akan berbentuk parabola yang terbuka ke bawah (lihat pers. (1)). Pada persaingan sempurna (perfect competation), tingkat harga P akan konstan sehingga TR = kQ,(k adalah tingkat harga barang tiap unit). Karena itu TR merupakan garis lurus melalui titik asal O(0,0). Penerimaan Rata-Rata AR (Average Revenue) Adalah penerimaan total (TR) dibagi dengan jumlah produk yang terjual. AR = TR/Q = PQ/Q = P, merupakan tingkat harga barang per unit. Jadi AR adalah harga produk per unit (P) dan sama dengan fungsi permintaan. Kurva AR identik dengan kurva permintaan. Fungsi Biaya Adalah hubungan fungsional antara jumlah satuan rupiah yang merupakan biaya dalam proses produksi (termasuk biaya-biaya yang menunjang) dengan jumlah satuan output yang diproduksi selama jangka waktu tertentu. Jumlah biaya dalam satuan rupiah dinyatakan dengan notasi TC (total cost), sehingga fungsi TC dapat ditulis sebagai : TC = f(Q) Total cost terdiri dari : 1. Fixed cost (FC=biaya tetap) - tidak tergantung dengan jumlah barang yang dihasilkan. - Merupakan konstanta, FC = k 1. Variabel cost (VC=biaya variabel) - tergantung pada jumlah barang yang diproduksi, semakin banyak barang yang dihasilkan semakin besar biaya variabelnya. - VC = f(Q) = VQ Sehingga biaya total menjadi : TC = VC + FC TC = VQ + k Contoh : 1.TC = 100000 + 500 Q, berarti FC = 100 000 dan VC = 500 Q 2. TC = , berarti FC = 30 dan VQ = Biaya Rata-Rata (Average Cost=AC) Adalah biaya total (TC) dibagi dengan output, yakni : AC = TC/Q Jadi AC merupakan fungsi pecahan, semakin besar nilai Q, maka nilai AC menjadi berkurang. Hubungan Antara Penerimaan Total (TR) dan Biaya Total (TC) Jika TR = f(Q) TC = g(Q) , maka : Pada Q tertentu dapat terjadi hubungan antara TR dan TC, yaitu : - TR = TC - TR > TC - TR < TC - Jika TR = TC Kurva TR berpotongan dengan kurva TC, dalam ekonomi titik potongnya disebut Breakeven Point ( Titik Pulang Pokok = TPP). - Jika TR > TC Dalam keadaan ini perusahaan mencapai profit (laba) sejumlah : TL = TR – TC - Jika TR < TC Dalam keadaan ini perusahaan mengalami kerugian, yakni : TL = TC – TR Contoh : Jika harga jual setiap unit suatu barang Rp. 1000,- dan biaya total TC = 200 000 + 750Q Tentukan : a. Breakeven poin (TPP) perusahaan ini b. Laba perusahaan jika terjual 1000 unit. Penyelesaian : P = 1000 TR = PQ = 1000 Q TC = 200 000 + 750Q a. TPP dicapai jika : TR = TC 1000 Q = 200 000 + 750 Q 250 Q = 200 000 Q = 800 Jadi TPP tercapai jika banyaknya barang Q = 800 unit b. Jika jumlah barang yang terjual, Q = 1000, maka : TR = 1000(1000) = 1000 000 TC = 200 000 + 750 000 = 950 000 TR > TC, terjadi laba, yaitu : TL = TR – TC = 1000 000 – 950 000 = 50 000 Soal : 1. Andaikan biaya total yang dikeluarkan perusahaan ditunjukkan oleh persamaan TC = 20 000 + 100 Q dan penerimaan totalnya TR = 200 Q. Pada tingkat produksi berapa unit perusahaan ini berada dalam posisi titik pulang pokok? Apa yang terjadi jika ia berproduksi sebanyak 300 unit? 2. Jika diketahui fungsi TC untuk memproduksi Q satuan barang dalam suatu periode tertentu adalah TC = 1/8 Q2 + 7 Q + 32 dan harga jual barang ini dalam pasar persaingan sempurna adalah 11 satuan rupiah per unit, pada output berapakah dicapai breakeven ? Penerimaan Marjinal (Marginal Revenue =MR) Adalah penerimaan tambahan yang diperoleh berkenaan bertambahnya satu unit output yang diproduksi atau terjual. Secara matematik fungsi penerimaan marjinal merupakan turunan pertama dari fungsi penerimaan total (TR). yaitu : Pada umumnya TR merupakan fungsi kuadrat, sehingga MR berbentuk fungsi linear. Kurva MR selalu mencapai nol tepat pada ssat kurva TR mencapai puncak. Contoh : Permintaan suatu barang ditunjukkan oleh .Gambarkan grafik TR, D dan MR Penyelesaian : TR = PQ = (16-2Q)Q = 16Q – 2Q2 MR = Kurva TR : Titik potang dengan sb. Q = 0 atau Q = 8 Titik potang dengan sb. P = 0 Puncak : 4Q = 16 atau Q = 4 sehingga P = 16 (4) – 2 (16) = 32 Jadi titik puncak di (4, 32) Kurva MR : P = 16 – 4Q Untuk Biaya Marjinal ( MC ) Adalah beaya tambahan yang dikeluarkan untuk menghasilkan 1 unit tambahan produk. MC = turunan dari TC Pada umumnya fungsi TC berbentuk fungsi kubik, sehingga fungsi MC berbentuk fungsi kuadrat. Kurva MC selalu mencapai minimum tepat pada saat kurva TC berada pada posisi titik belok. Contoh : Beaya total yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk proses produksinya dicerminkan oleh Gambarlah kurva TC dan MC. Penyelesaian : Kurva TC : (Q – 4)(Q –2) = 0 Q = 4 atau Q = 2 Titik maksimum Titik belok B(3, 3) Kurva MR : Titik potong dengan sb. (Q – 4)(Q – 2) = 0 Q = 4 atau Q = 2 Titik potong dengan sb. Keuntungan Maksimum dan Biaya Minimum Dalam persoalan ekonomi dapat dihitung keuntungan maksimum dan biaya minimum dengan menggunakan pendekatan diferensial. Jika TR = f(Q) dan TC = g(Q), maka keuntungan maksimum diperoleh dengan syarat : Sedangkan biaya minimum diperoleh dengan syarat : Contoh : Penerimaan total sebuah perusahaan adalah dan . Carilah keuntungan maksimal perusahaan tersebut. Penyelesaian : Keuntungan : = TR – TC = . Sehingga Keuntungan maksimum dicapai pada Q = 35, sehingga : = – 42875 + 69825 – 11025 – 2000 = 13925 Keuntungan maksimum pada tingkat output tertentu dapat diperoleh jika : MR = MC dan Bukti : Untuk memaksimumkan maka Syarat (1) belum menjamin adanya keuntungan maksimum, sehingga harus diperiksa syarat (2), yaitu : maksimum jika Pada contoh di atas maka : atau Tampak bahwa untuk Q = 35, maka Jadi untuk Q = 35 maka maksimum. Elastisitas Dalam ilmu ekonomi elastisitas adalah satuan ukuran untuk mengukur perbandingan antara perubahan relatif suatu variabel dengan perubahan reletif dari variabel yang lain yang berhubungan dengan variabel semula. Elastisitas Permintaan ( Ed ) Adalah perbandingan antara perubahan relatif banyaknya barang yang diminta konsumen dengan perubahan relatif dari harga barang tersebut setiap unit. Atau Ed adalah perbandingan antara persentase perubahan banyaknya barang yang diminta konsumen dengan persentase perubahan harga barang tersebut setiap unit. Contoh : Jika harga suatu jenis barang Rp. 50,- per unit maka banyaknya barang yang diminta konsumen 20 unit, sedangkan jika harganya naik menjadi Rp. 60,- per unit banyaknya barang yang diminta turun menjadi 10 unit. Dapatkan Ed nya. Penyelesaian : Presentase perubahan banyaknya barang diminta = Presentase perubahan harga = Jadi Ed = Ini berarti bahwa setiap harga barang naik 1 %, maka banyaknya barang yang dibeli berkurang sebanyak 2,5 %. Secara matematis elastisitas permintaan didefinisikan sebagai : , dengan : adalah perubahan banyaknya barang yang diminta konsumen adalah perubahan harga barang tiap unit dan akan sangat kecil dan mendekati nol, sehingga Jika diketahui fungsi permintaan P = f(P) maka , sehingga rumus Ed dari Q = f(P) menjadi : , dengan Jika fungsi permintaan P = f(Q) maka Contoh : Carilah elastisitas permintaan pada harga = 2 untuk fungsi permintaan Penyelesaian : Untuk P = 2, maka 2 = 4 – 0,2Q atau Q = 10 Jadi Dalam ilmu ekonomi, elastisitas sering diacu dalam nilai absolut. Secara geometris Ed adalah panjang penggal kurva D bagian bawah dibagi dengan panjang penggal bagian atas. Jika D : P = f(Q) RUMUS KESEIMBANGAN PASAR EKONOMI Keseimbangan Pasar Pasar suatu macam dikatakan berada dalam keseimbangan ( equilibrium ) apabila jumlah barang yang diminta dipasar tersebut sama dengan jumlah barang ang ditawarkan. Secara matematis dan secara grafis ditunjukkan oleh persamaan Qd = Qs . Yakni pada perpotongan kurva permintaan dengan kurva penawaran. Pada keadaan seimbang akan tercipta harga keseimbangan ( equilibrium price ) dan jumlah keseimbangan ( equilibrium quantity ). Rumus Keseimbangan Pasar : Qd = Qs Keterangan : Qd : jumlah permintaan Qs : jumlah penawaran E : titik keseimbangan Pe : harga keseimbangan Qe : jumlah keseimbangan Contoh : Fungsi permintaan suatu barang ditunjukkan oleh persamaan P = 15 – Q. Sedangkan fungsi penawarannya ditunjukkan oleh persamaan P = 3 + 0,5 Q. Berapa harga keseimbangan dan jumlah keseimbangan yang tercipta di pasar? Permintaan : P = 25 – Q → Q = 15 – P Penawaran : P = 3 + 0,5 Q → Q = -6 + 2 P Persamaan diatas menunjukkan keseimbangan pasar Qd = Qs . 15 – P = -6 + 2 P 21 = 3 P P = 7 Q = 15 – P = 15 – 7 Pengaruh Pajak Spesifik terhadap Keseimbangan Pasar Pengenaan pajak atau pemberian subsidi atas suatu barang yang diproduksi/dijual akan mempengaruhi keseimbangan pasar barang tersebut, mempengaruhi harga keseimbangan dan jumlah keseimbangan. Pengaruh Pajak Pajak yang dikenakan atas penjualan suatu barang menyebabkan harga jual barang tersebut naik. Setelah dikenakan pajak, maka produsen akan mengalihkan sebagian beban pajak tersebut kepada konsumen, yaitu dengan menawarkan harga jual yang lebih tinggi. Akibatnya harga keseimbangan yang tercipta di pasar menjadi lebih tinggi daripada harga keseimbangan sebelum pajak, sedangkan jumlah keseimbangan menjadi lebih sedikit. Pengenaan pajak sebesar t atas setiap unit barang yang dijual menyebabkan kurva penawaran bergeser ke atas, dengan penggal yang lebih besar ( lebih tinggi ) pada sumbu harga. Jika sebelum pajak persamaan penawarannya P = a + bQ , maka sesudah pajak ia akan menjadi P = a + bQ + t . Dengan kurva penawaran yang lebih tinggi (cateris paribus ), titik keseimbangan akan bergeser menjadi lebih tinggi. Contoh : Fungsi permintaan akan suatu barang ditunjukkan oleh persamaan P = 15 – Q, sedangkan penawarannya P = 3 + 50,5 Q. Terhadap barang tersebut dikenakan pajak sebesar 3/unit. Berapa harga keseimbangan dan jumlah keseimbangan sebelum pajak dan sesudah pajak? Jawab : Sebelum pajak Pe = 7 dan Qe = 8 ( contoh diatas ). Sesudah pajak, harga jual yang ditawarkan oleh produsen menjadi lebih tinggi. Persamaan penawaran berubah dan kurva bergeser ke atas. Penawaran sebelum pajak : P = 3 + 0,5 Q Penawaran sesudah pajak : P = 3 + 0,5 Q + 3 P = 6 + 0,5 Q → Q = -12 + 2 P Sedangkan persamaan permintaan tetap : Q = 15 – P Keseimbangan Pasar : Qd = Qs 15 – P = -12 + 2 P 27 = 3P P = 9 Q = 15 – P = 15 – 6 = 9 Jadi, sesudah pajak : Pe’ = 9 dan Qe’ = 6 Beban Pajak yang ditanggung oleh Konsumen. Karena produsen mengalihkan sebagian beban pajak tadi kepada konsumen melalu harga jual yang lebih tinggi, pada akhirnya beban pajak tersebut ditanggung bersama baik oleh produsen maupun konsumen. Besarnya bagian dari beban pajak yang ditanggung oleh konsumen (tk) adalah selisih antara harga keseimbangan sesudah pajak ( Pe’) dan harga keseimbangan sebelum pajak ( Pe). tk = Pe’ – Pe , didalam kasus diatas tk = 9 – 8 = 2. Berarti dari setiap unit barang yang dibeli konsumen menanggung ( membayar ) pajak sebesar 2. Dengan kata lain dari pajak sebesar 3/unit barang, sebesar 2 atau 67% menjadi tanggungan konsumen. Beban pajak yang ditanggung produsen. Besarnya beban pajak yang ditanggung oleh produsen (tp) adalah selisih antara besarnya pajak perunit barang (t) dan bagian pajak yang menjadi tanggungan konsumen (tk).tp = t - tk. Didalam kasus diatas tp = 3 – 2 = 1, berarti dari setiap unit barang yang diproduksi dan dijual, produsen menanggung beban pajak sebesar 1. Jadi 33% pajak yang ditanggung produsen, lebih kecil dari pajak yang ditanggung oleh konsumen. Jumlah pajak yang diterima oleh pemerintah. Besarnya jumlah pajak yang diterima oleh pemerintah (T) dapat dihitung dengan mengalikan jumlah barang yang terjual sesudah pengenaan pajak (Qe’) dengan besarnya pajak perunit barang (t). T = Qe’ x t Dalam kasus diatas, T = 6 x 3 = 18. Penerimaan dari pajak merupakan salah satu sumber pendapatan pemerintah, bukan merupakan sumber pendapatan utama. Dengan pajak pemerintah menjalankan roda kegiatan sehari-hari, membangun prasarana publik seperti jalan dan jembatan, membayar hutang LN, membiayai pegawai, Rumah sakit, sekolah, juga membeli perlengkapan pertahanan. Pajak yang di setor rakyat akan kembali ke rakyat dalam bentuk lain. Pengaruh Subsidi terhadap Keseimbangan Pasar Subsidi merupakan kebalikan atau lawan dari pajak, dan sering disebut pajak negative. Pengaruh terhadap pajak juga berkebalikan dengan keseimbangan akibat pajak. Subsidi juga dapat bersifat spesifik dan juga proposional. Pengaruh Subsidi. Subsidi yang diberikan atas produksi/penjualan barang menyebabkan harga jual barang tersebut menjadi lebih rendah. Dampaknya harga keseimbangan yang tercipta di pasar lebih rendah daripada harga keseimbangan sebelum atau tanpa subsidi, dan jumlah keseimbangannya menjadi lebih banyak. Dengan subsidi spesifik sebesar s kurva penawaran bergeser sejajar ke bawah, dengan penggal yang lebih rendah ( lebih kecil ) pada sumbu harga. Jika sebelum subsidi persamaan penawaran P = a + bQ, maka sesudah subsidi akan menjadi P’ = a + bQ – s = ( a – s ) + bQ. Karena kurva penawaran lebih rendah, cateris paribus, maka titik keseimbangan akan menjadi lebih rendah. Contoh : Fungsi permintaan suatu barang ditunjukkan oleh persamaan P = 15 – Q. sedangkan penawarannya P = 3 + 0,5 Q. Pemerintah memberikan subsidi sebesar 1,5 terhadap barang yang diproduksi. Berapa harga keseimbangan dan jumlahnya tanpa dan dengan subsidi? Jawab : Tanpa subsidi, Pe = 7 dan Qe = 8 (pada contoh kasus diatas) Dengan subsidi, harga jual yang ditawarkan oleh produsen menjadi lebih rendah,persamaan penawaran berubah dan kurva nya turun. Penawaran tanpa subsidi : P = 3 + 0,5 Q Penawaran dengsan subsidi : P = 3 + 0,5 Q – 1,5 P = 1,5 + 0,5 Q → Q = -3 + 2 P Keseimbangan pasar setelah ada subsidi : Qd = Qs 15 – P = -3 + 2 P 18 = 3 P P = 6 Q = 15 – P = 15 – 6 = 9 Jadi, dengan adanya subsidi : Pe’ = 6 dan Qe’ = 9 Subsidi yang dinikmati konsumen : Subsidi yang diberikan oleh pemerintah menyebabkan ongkos produksi yang dikeluarkan oleh produsen menjadi lebih kecil daripada ongkos sesungguhnya. Perbedaan antara ongkos produksi nyata dan ongkos produksi yang dikeluarkan merupakan bagian subsidi yang dinikmati oleh produsen. Karena ongkos produksi yang dikeluarkan lebih kecil, produsen bersedia menawarkan harga jual yang lebih rendah, sehingga sebagian subsidi-subsidi dinikmati juga oleh konsumen (sk). sk = Pe – Pe’ Bagian subsidi yang diterima produsen : sp = s - sk Jumlah subsidi yang dibayarkan oleh pemerintah : S = Qe’ x s

PPH PASAL 21

Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 Orang Pribadi Sebenarnya cara menghitung PPh Pasal 21 tidak terlalu sulit, tetapi bagi orang yang awam soal perpajakan, pastinya akan menjadi lebih rumit. Saya banyak mengerjakan PPh Orang Pribadi, semuanya menyatakan tidak mengetahui cara membuatnya. Definisi umum : 1. Pajak Penghasilan adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. 2. Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai Jabatan atau tidak. 3. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah batas penghasilan seseorang yang tidak boleh dikenakan pajak. Contoh Ibnu Zabila adalah seorang karyawan yang bekerja pada perusahaan PT.Matahari Abadi dengan memperoleh gaji sebulan sebesar Rp.5.000.000,-, membayar iuran pensiun sebesar Rp.100.000,-. Ibnu Zabila berstatus telah menikah tetapi belum mempunyai Anak. Dia juga telah mempunyai NPWP. (jika tidak memiliki NPWP Anda akan dikenakan 20% lebih besar dari tarif biasa) Cara perhitungannya sebagai berikut : a. Contoh OP yang telah memiliki NPWP. Gaji sebulan Rp.5.000.000,- Pengurangan: -Biaya Jabatan: 5% x Rp.5.000.000,- -Iuran Pensiun: Rp.250.000,- Rp.100.000,- Rp. 350.000,- -------------- Penghasilan neto sebulan Rp.4.650.000,- Penghasilan neto setahun 12xRp.4.650.000,- Rp.55.800.000,- PTKP setahun: -untuk WP sendiri -tambahan WP kawin: Rp.15.840.000,- Rp. 1.320.000,- Rp.17.160.000,- --------------- Penghasilan Kena Pajak setahun Rp.38.640.000,- PPh Pasal 21 terutang: 5% x Rp.38.640.000,- Rp.1.932.000,- PPh Pasal 21 sebulan: Rp.1.932.000,- : 12 Rp.161.000,- b. Contoh OP yang tidak memiliki NPWP. Gaji sebulan Rp.5.000.000,- Pengurangan: -Biaya Jabatan: 5% x Rp.5.000.000,- -Iuran Pensiun: Rp.250.000,- Rp.100.000,- Rp. 350.000,- -------------- Penghasilan neto sebulan Rp.4.650.000,- Penghasilan neto setahun 12xRp.4.650.000,- Rp.55.800.000,- PTKP setahun: -untuk WP sendiri -tambahan WP kawin: Rp.15.840.000,- Rp. 1.320.000,- Rp.17.160.000,- --------------- Penghasilan Kena Pajak setahun Rp.38.640.000,- PPh Pasal 21 terutang: 5% x 120% x Rp.38.640.000,- Rp.2.318.400,- PPh Pasal 21 sebulan: Rp.2.318.400,- : 12 Rp.193.200,- Penjelasan : Untuk perhitungan PPh Pasal 21, Anda bisa menggunakan 2 cara yaitu: 1. Penghasilan dihitung perbulan seperti contoh diatas. 2. Penghasilan sebulan langsung dikalikan 12, termasuk biaya jabatan, iuran pensiun, hingga hasil PPh Pasal 21 setahun, setelah itu Anda bagi lagi 12. Contoh diatas dapat Anda coba dengan Formula SPT PPh 21. Pada saat ini saya ingin mengingatkan kepada Anda, bahwa lapor SPT Tahunan OP sudah hampir dekat, memang masih banyak waktu tapi bersiap-siaplah dari sekarang, gunakan sedikit waktu Anda untuk belajar membuat sendiri SPT Tahunan.

Selasa, 20 Januari 2015

TUGAS Manajemen Resiko

Tugas manajemen resiko Nursidar.a 116601042 SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI ENAM-ENAM KENDARI STIE-66 KENDARI 2011 MANAJEMEN RISIKO A. Pengertian Manajemen Risiko Secara sederhana pengertian manajemen risiko adalah pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dalam penanggulangan risiko, terutama risiko yang dihadapi oleh organisasi / perusahaan, keluarga dan masyarakat. Jadi mencakup kegiatan merencanakan, mengorganisir, menyusun, memimpin / mengkoordinir dan mengawasi (termasuk mengevaluasi) program penanggulangan risiko. Program manajemen risiko dengan demikian mencakup tugas-tugas: mengidentifikasi risiko-risiko yang dihadapi, mengukur atau menentukan besarnya risiko tersebut, mencari jalan untuk menghadapi atau menanggulangi risiko, selanjutnya menyusun strategi untuk memperkecil ataupun mengendalikan risiko, mengkoordinir pelaksanaan penanggulangan risiko serta mengevaluasi program penanggulangan risiko yang telah dibuat. Jadi seorang manajer risiko pada hakekatnya harus menjawab pertanyaan : Risiko apa saja yang dihadapi perusahaan. Bagaimana dampak risiko-risiko tersebut terhadap bisnis perusahaan. Risiko-risiko mana yang dapat dihindari, yang dapat ditangani sendiri dan yang mana yang harus dipindahkan kepada perusahaan asuransi. Metode mana yang paling cocok dan efisien untuk menghadapinya serta bagaimana hasil pelaksanaan strategi penanggulangan risiko yang telah direncanakan. B. Pentingnya Mempelajari Manajemen Risiko Bagaimana pentingnya bagi orang yang mempelajari manajemen risiko dapat dilihat dari dua segi, yaitu : a. Seseorang sebagai anggota organisasi / perusahaan, terutama seorang manajer akan dapat mengetahui cara-cara / metode yang tepat untuk menghindari atau mengurangi besarnya kerugian yang diderita perusahaan, sebagai akibat ketidakpastian terjadinya suatu peristiwa yang merugikan (”peril”). b. Seseorang sebagai pribadi: 1. Dapat menjadi seorang manajer risiko yang profesional dalam jangka waktu yang relatif lebih cepat daripada yang belum pernah mempelajarinya. 2. Dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi manajer risiko dari perusahaan dimana yang bersangkutan menjadi anggota. 3. Dapat menjadi konsultan manajemen risiko, agen asuransi, pedagang perantara, penasehat penanaman modal, konsultan perusahaan yang tidak mempunyai manajer risiko dan sebagainya. 4. Dapat menjadi manajer risiko yang profesional dari perusahaan asuransi, sehingga akan lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui program asuransi yang disusun dengan tepat. 5. Dapat lebih berhati-hati dalam mengatur kehidupan pribadinya sehari-hari. C. Sumbangan Manajemen Risiko bagi Perusahaan, Keluarga dan Masyarakat 1. Sumbangan bagi Perusahaan Adanya program penanggulangan risiko yang baik dari suatu perusahaan akan memberikan beberapa sumbangan yang sangat bermanfaat, antara lain : a. Evaluasi dari program penanggulangan risiko akan dapat memberikan gambaran mengenai keberhasilan dan kegagalan operasi perusahaan. Meskipun hal ini secara ekonomis tidak menaikkan keuntungan perusahaan, tetapi hal itu akan merupakan kritik bagi pengelolaan perusahaan, sehingga akan sangat bermanfaat bagi perbaikan pengelolaan usaha dimasa datang. b. Pelaksanaan program penanggulangan risiko juga dapat memberikan sumbangan langsung kepada upaya peningkatan keuntungan perusahaan. Karena melalui kegiatan-kegiatan : mengurangi biaya melalui upaya pencegahan, mengurangi kerugian dengan memindahkan kemungkinan kerugian kepada pihak lain dengan biaya yang terendah dan sebagainya. c. Pelaksanaan program penanggulangan risiko yang berhasil juga menyumbang secara tidak langsung kepada pencapaian keuntungan perusahaan, melalui : 1. Keberhasilan mengelola risiko murni akan menimbulkan keyakinan dan kedamaian hati kepada pimpinan / pengurus perusahaan, sehingga dapat membantu meningkatkan kemampuannya untuk menganalisa dan menyimpulkan risiko spekulatif yang tidak dapat dihindari (dapat lebih berkonsentrasi pada pengelolaan risiko spekulatif). 2. Adanya kondisi yang lebih baik dan kesempatan yang memungkinkan akan mendorong pimpinan / pengurus perusahaan untuk memperbaiki mutu keputusannya, dengan lebih memperhatikan pekerjaannya, terutama yang bersifat spekulatif. 3. Berdasarkan hasil evaluasi pengelolaan risiko maka asumsi yang digunakan dalam menangani pekerjaan yang bersifat spekulatif akan lebih bijaksana dan lebih efisien. 4. Karena masalah ketidakpastian sudah tertangani dengan baik oleh manajer risiko, maka akan dapat mengurangi keragu-raguan dalam pengambilan keputusan yang dapat mendatangkan keuntungan. 5. Melalui perencanaan yang matang, terutama yang menyangkut pengelolaan risiko, akan dapat menangkal timbulnya hal-hal yang dapat mengganggu kelancaran operasi perusahaan; misalnya risiko akibat kebangkrutan pelanggan / penyalur, supplier dan sebagainya. 6. Dengan diperhatikannya unsur ketidakpastian, maka perusahaan akan mampu menyediakan sumber daya manusia serta sumber daya lainnya, yang memungkinkan perusahaan dapat mencapai pertumbuhan. 7. Akan mendapatkan kepercayaan yang lebih besar dari pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan perusahaan, meliputi kreditur, penyalur, suplier dan semua pihak yang berpotensi menyumbang kepada terciptanya keuntungan. Sebab pihak-pihak tersebut umumnya akan lebih suka melakukan transaksi dengan perusahaan yang mempunyai cara perlindungan yang baik terhadap risiko murni. d. Kedamaian hati yang dihasilkan oleh cara pengelolaan risiko murni yang baik, menjadi barang ”non ekonomis” yang sangat berharga bagi perusahaan. Sebab hal itu akan memperbaiki kesehatan mental dan fisik dari pimpinan, pengurus maupun pemilik perusahaan. e. Keberhasilan mengelola risiko murni juga dapat membantu kepentingan pihak lain, antara lain : para karyawan perusahaan, dapat menunjukkan wujud tanggungjawab sosial perusahaan terhadap masyarakat, sehingga perusahaan akan mendapatkan simpati dari masyarakat. 2. Sumbangan bagi Keiuarga Pengetahuan dan kemampuan seseorang mengelola risiko yang dihadapi akan sangat bermanfaat bagi keluarganya, yaitu antara lain : a. Ia akan mampu melindungi keluarganya dari kerugian-kemgian yang parah, sebagai akibat terjadinya peristiwa yang merugikan, sehingga keluarga tetap dapat memelihara gaya hidupnya, meskipun terkena musibah. b. Ia akan dapat mengurangi anggaran perlindungan terhadap risiko yang melalui asuransi, karena dengan asuransi ia harus membayar premi, sehingga akan mengurangi pendapatannya yang digunakan untuk keperluan konsumsi. c. Jika keluarga telah terlindungi secara memadai dari risiko, misalnya kematian, kehilangan kekayaan, ia akan dapat memusatkan perhatiannya guna menjamin pengembangan kariernya, memacu keinginan untuk melakukan investasi dan sebagainya. d. Akan meringankan keluarganya dari tekanan mental dan fisik akibat adanya ketidakpastian / risiko. e. Dapat memperoleh kepuasan dari upaya untuk membantu orang lain dalam upaya penanggulangan risiko, sehingga ia akan lebih dihargai oleh anggota masyarakatnya. 3. Sumbangan bagi Masyarakat Masyarakat, terutama masyarakat disekitar perusahaan akan ikut menikmati, baik secara langsung-maupun tidak langsung hasil-hasil penanggulangan risiko yang dilakukan oleh perusahaan. Misalnya : - Penanggulangan yang baik terhadap kemungkinan terjadinya pemogokan burun akan menghindarkan masyarakat disekitar perusahaan terhadap huru-hara akibat pemogokan. - Pengelolaan limbah yang baik untuk menghindari pencemaran lingkungan (yang dapat menimbulkan tanggung jawab hukum) akan ikut memelihara ketentraman kehidupan masyarakat sekitar perusahaan. Disamping itu masyarakat adalah terdiri dari keluarga dan perusahaan, jadi kalau semua perusahaan berjalan lancar dan semua keluarga dalam keadaan sejahtera, maka masyarakat secara keselumhanjuga dalam keadaan sejahtera. 1.2.4. Nilai Ekonomis Penanggulangan Risiko Hasil upaya penanggulangan risiko pada hakekatnya akan mengurangi bahkan dapat menghilangkan kerugian-kemgian yang bersifat ekonomis dari suatu risiko, sehingga upaya penanggulangan risiko mempunyai nilai ekonomis yang tidak kecil. Nilai-nilai ekonomis tersebut meliputi : a. Penghindaran / pengurangan nilai dari kerugian dari terjadinya peristiwa yang merugikan, yang tidak diharapkan atau tidak dapat dipastikan terjadinya, yaitu seimbang dengan nilai kerugiannya, misalnya : nilai kerugian harta karena kebakaran, kecelakaan dan sebagainya. b. Penghindaran terhadap kerugian secara ekonomis yang diakibatkan oleh adanya ketidakpastian itu sendiri, yang mencakup : 1. Adanya ketidakpastian dapat menimbulkan ketegangan mental maupun fisik bagi orang yang bersangkutan, karena adanya ketakutan dan kekhawatiran akan terjadinya peristiwa yang merugikan. Bila hal itu penting dan berlangsung secara terus-menerus / dalam waktu lama, akan mengakibatkan penurunan kesehatan (stress), sehingga yang bersangkutan perlu berobat (membutuhkan biaya). Ini adalah nilai ekonomis yang bersifat individual / mikro. 2. Semua orang tentu berusaha untuk mengamankan diri serta harta bendanya terhadap risiko, termasuk sumber-sumber dana dan daya yang dimilikinya. Hal itu tentu akan mengurangi kemauan dan potensi anggota masyarakat untuk mengadakan investasi, yang selanjutnya mengakibatkan terjadinya inefisiensi dalam kehidupan ekonomi secara menyeluruh (makro). Keadaan itu terjadi karena : sumber-sumber dana dan daya akan cenderung hanya mengalir ke sektor-sektor ekonomi yang aman (berisiko rendah), sehingga terjadi kelangkaan investasi di sektor-sektor yang berisiko (tinggi). Akibatnya barang-barang akan melimpah di sektor yang aman, sehingga harganya murah, yang untuk jangka panjang akan merugikan perusahaan. Sebaliknya akan terjadi kelangkaan barang di sektor-sektor yang berisiko, sehingga harganya mahal. Jadi dalam jangka panjang secara keseluruhan akan merugikan masyarakat (bersifat makro), karena produksi, tingkat harga, struktur harga berada di bawah titik opti¬mum. Dengan adanya upaya penanggulangan risiko (terutama asuransi), orang berani berusaha di sektor-sektor yang berisiko, karena risikonya dapat dialihkan kepada pihak lain. Dengan demikian terjadilah keseimbangan di dalam kehidupan ekonomi, sesuai dengan mekanisme pasar. D. BEBERAPA ISTILAH PENTING Dalam manajemen risiko ada beberapa istilah atau pengertian penting, yang perlu dipahami secara baik, untuk memudahkan kita dalam mempelajari ilmu ini, yaitu : 1. Peril : Peril adalah peristiwa atau kejadian yang menimbulkan kerugian. Jadi merupakan kejadian / peristiwa sebagai penyebab langsung terjadinya suatu kerugian; misalnya: kebakaran, pencurian, kecelakaan dan sebagainya. Peril sering disebut juga bahaya, meskipun antara keduanya sebetulnya tidak persis sama. 2. Hazard: Hazard adalah keadaan dan kondisi yang memperbesar kemungkinan terjadinya peril. Jadi merupakan keadaan dan kondisi yang memperbesar kemungkinan sesuatu terkena peril. Contoh : jalan licin, tikungan tajam adalah merupakan keadaan dan kondisi jalan yang memperbesar kemungkinan terjadinya kecelakaan di tempat tersebut. Dengan demikian hazard lebih erat kaitannya dengan masalah kemungkinan dari pada dengan masalah risiko, meskipun hal itu merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan dalam upaya penanggulangan risiko. Sebab hazard pada hakekatnya merupakan dasar / bahan dalam upaya mengestimasi besarnya kemungkinan terjadinya peril. Ada beberapa macam tipe hazard, yaitu: 2.a. Physical Hazard : Adalah keadaan dan kondisi yang memperbesar kemungkinan terjadinya peril, yang bersumber dari karakteristik secara phisik dari obyek, baik yang bisa diawasi / diketahui maupun yang tidak. Kondisi ini biasanya dicoba diatasi (kemungkinannya diperkecil dengan melakukan tindakan-tindakan preventif. Misalnya: jalan licin, tikungan tajam yang memperbesar kemungkinan terjadinya kecelakaan, dicoba diatasi dengan pemasangan rambu-rambu lalu lintas ditempat tersebut. 2.b. Moral Hazard: Adalah keadaan dan kondisi seseorang yang memperbesar kemungkinan terjadinya peril, yang bersumber pada sikap mental, pandangan hidup, kebiasaan dari orang yang bersangkutan. Jadi merupakan karakter pribadi seseorang yang memperbesar kemungkinan terjadinya peril. Contoh: pelupa, akan memperbesar kemungkinan terjadinya musibah / kerugian yang menimpa orang tersebut. 2.c. Morale Hazard : Adalah keadaan dan kondisi seseorang yang memperbesar kemungkinan terjadinya peril, yang bersumber pada perasaan hati orang yang bersangkutan, yang umumnya karena pengaruh dari suatu keadaan tertentu. Contoh : Orang yang telah mengasuransikan dirinya, mobilnya dan telah merasa mahir pengemudi, maka karena merasa aman terhadap risiko, ia sembrono dalam mengemudikan mobilnya. Keadaan dan kondisi ini tentu akan memperbesar kemungkinan terjadinya kecelakaan yang akan menimpanya. 2.d. Legal Hazard : Adalah perbuatan yang mengabaikan peraturan-peraturan atau perundang-undangan yang berlaku (melanggar hukum), sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya peril. Misalnya : kebijaksanaan perusahaan yang melanggar / tidak memenuhi Undang-undang Tentang Keselamatan Kerja, akan memperbesar kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Contoh : Para pekerja yang tugasnya memanjat (tukang cat, cleaning service) pada waktu melaksanakan pekerjaannya harus dilengkapi / memakai dengan ”sabuk pengaman”. Pekerja umumnya merasa terganggu bekerjanya bila memakai sabuk pengaman, maka banyak dari mereka yang tidak mau memakainya. Hal ini tentu memperbesar kemungkinan mereka mengalami kecelakaan kerja. 3. Exposure: Adalah keadaan atau obyek yang mengandung kemungkinan terkena peril, sehingga merupakan keadaan yang menjadi obyek dari upaya penanggulangan risiko, khususnya di bidang pertanggungan. 4. Kemungkinan/Probabilitas: Adalah keadaan yang mengacu pada waktu mendatang tentang kemungkinan terjadinya suatu peristiwa. Bagi pengelolaan risiko, terutama kemungkinan yang merugikan adalah merupakan hal yang harus dicermati. Karakteristik dan besarnya kemungkinan adalah hal yang menjadi perhatian utama dari perusahaan asuransi / penanggung. Besarnya probabilitas dapat diperhitungkan secara cermat dengan menggunakan teori probabilitas (lihat statistik), meskipun tidak tepat 100%, tetapi penyimpangan atau deviasinya dapat diminimumkan. Dalam suatu kontrak asuransi sebetulnya yang menjadi dasar pertimbangan para pihak adalah berbeda, dimana : a. Bagi perusahaan asuransi yang menjadi perhatian utama adalah masalah probabilitasnya, dimana besarnya probabilitas akan menjadi dasar utama penentuan besarnya premi dan dapat tidaknya pertanggungan diterima. b. Bagi tertanggung yang menjadi perhatian utama adalah masalah risiko atau ketidakpastiannya dalam mempertanggungkan suatu risiko atau tidak. Dimana makin besar risiko akan makin besar kemungkinan untuk mempertanggungkan. 5. Hukum Bilangan Besar (The Law of The Large Numbers) : Adalah hukum yang berkaitan dengan peramalan besarnya kemungkinan terjadinya peril. Dimana : ”makin besar jumlah exposure yang diramalkan akan semakin cermat hasil peramalan yang diperoleh”. Hukum ini pada hakekatnya menjadi dasar di bidang usaha perasuransian. Sebab dalam usaha perasuransian terjadi proses : dimana ketidakmungkinan peramalan kejadian terhadap kasus individu diganti dengan kemampuan untuk meramal kejadian / kerugian secara kolektif sejumlah besar kasus. Itulah sebabnya mengapa perusahaan asuransi selalu berupaya untuk memperbanyak nasabahnya, agar peramalan terhadap kemungkinan peril yang diderita nasabah makin tepat. I. Bahan Bacaan 1. Darmawi, Hermawan, 2000, Manajemen Resiko, Edisi 1, Cetakan 6, Jakarta: Bumi Aksara. 2. Mehr, Robert I, dan B.a. Hedges, 1974. Risk Management, Consept and Application, Richard Trwin, Homewood. 3. Salim, Abbas, 2000. Asuransi dan Manajemen Resiko, Edisi 2 Revisi, Cetakan 6, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 4. Tramuji, Tarsis, 2000. Manajemen Resiko Dunia Usaha, Edisi 1, Cetakan 2, Yogjakarta: Liberty Yogjakarta II. Bacaan Tambahan 1. Manual Risk Management Based Audit, BPKP, 2002 2. Standar Manajemen Resiko, Manajemen Resiko, AS/NZS4360: 1995 III. Pertanyaan Kunci 1. Apa yang dimaksud dengan resiko 2. Jelaskan pengertian resiko menurut beberapa ahli 3. Apa manfaat manajemen resiko bagi perusahaan, individu dan masyarakat IV. Tugas Dalam kehipupan sehari-hari manusia tidak ada yang luput dari resiko baik resiko kematian, resiko kecelakaan, resiko kesehatan. Begitu juga perusahaan tidak dapat menghindar dari resiko kerugian, resiko kebakaran, resiko mogok kerja dan sebagainya. Untuk itu saudara diminta untuk: 1. Mengidentifikasi peristiwa resiko (peril) yang muncul baik kepada individu (manusia) maupun perusahaan yang dapat diperoleh dari media massa maupun internet diseluruh dunia. 2. Menjelaskan penyebab resiko/peristiwa (hazard) yang muncul berdasarkan berdasrkan kelompo hazard yang ada. 3. Langkah-langkah apa yang dapat dilakukan sebelum peristiwa/resiko terjadi sehingga seseorang atau perusahaan dapat mengurangi resiko. MANAJEMEN RESIKO BISNIS/USAHA A. PENGERTIAN Bagaimana peranan manajemen risiko dalam pengelolaan perusahaan dapat kita telusuri dari pendapat Henry Fayol, yang menyatakan bahwa ada 6 (enam) fungsi dasar dari kegiatan pengeloiaan suatu perusahaan industri, yaitu : kegiatan teknis, komersiil, keuangan, keamanan, akuntansi dan manajerial. Dari ke enam fungsi dasar tersebut maka manajemen risiko adalah berkaitan dengan kegiatan keamanan, yang tujuannya adalah menjaga harta benda dan personil perusahaan terhadap kerugian akibat pencurian, kecelakaan, kebakaran, banjir, mencegah pemogokan kerja, kejahatan dan semua gangguan sosial atau gangguan alamiah, yang mungkin membahayakan kehidupan dan perkembangan perusahaan. Jadi kegiatan ini mencakup semua tindakan untuk memberikan keamanan terhadap operasi perusahaan dan memberikan kedamaian hati serta ketenteraman jiwa yang dibutuhkan oleh seluruh personil perusahaan (mencakup pimpinan, pemilik dan karyawan perusahaan). Berdasarkan uraian di atas orang umumnya memberikan batas-batas terhadap manajemen risiko sebagai keputusan eksekutif / manajerial yang berkaitan dengan pengelolaan risiko murni, yang pada pokoknya mencakup: a. Menemukan secara sistimatis dan menganalisa kerugian-kerugian yang dihadapi perusahaan (melakukan identifikasi terhadap risiko). b. Menemukan metode yang paling baik dalam menangani risiko (kerugian) yang dihubungkan dengan keuntungan perusahaan. MANAJEMEN RISIKO DAN ASURANSI Konsep manajemen risiko tidak boleh dicampuradukkan dengan konsep asuransi, karena keduanya mempunyai ruang lingkup / cakupan yang berbeda, meskipun mempunyai sasaran yang sama. Asuransi adalah merupakan bagian dari manajemen risiko, karena asuransi merupakan salah satu cara penanggulangan risiko, sebagai hasil perumusan strategi penanggulangan risiko dari manajemen risiko. Untuk lebih memperjelas perbedaan antara keduanya, berikut diuraikan persamaan dan perbedaan diantara keduanya, yaitu : a. Persamaannya : Kedua-duanya merupakan kegiatan manajemen, yang berkaitan dengan upaya penanggulangan risiko murni yang dihadapi oleh perusahaan. b. Perbedaannya : Manajemen Risiko: 1. Lebih menekankan kegiatannya pada menemukan dan menganalisa risiko murni. 2. Tugasnya hakekatnya hanya memberikan penilaian belaka terhadap semua teknik penanggulangan risiko (termasuk asuransi). 3. Pelaksanaan programnya menghendaki adanya kerjasama dengan sejumlah individu dan bagian-bagian dari perusahaan. 4. Keputusan manajemen risiko mempunyai pengaruh yang lebih luas / besar terhadap operasi perusahaan. Asuransi: 1. Merupakan salah satu cara menanggulangi risiko murni tertentu. 2. Tugasnya menangani seluruh proses pengalihan risiko. 3. Melibatkan jumlah orang dan kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. 4. Keputusan di bidang asuransi mempunyai pengaruh yang lebih terbatas. TUJUAN MANAJEMEN RISIKO Tujuan yang ingin dicapai oleh manajemen risiko dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : 5. Tujuan sebelum terjadinya peril. 6. Tujuan sesudah terjadinya peril. Tujuan Sebelum Terjadinya Peril Tujuan yang ingin dicapai yang menyangkut hal-hal sebelum terjadinya peril ada bermacam-macam, antara lain : 1. Hal-hal yang bersifat ekonomis, misalnya : upaya untuk menanggulangi kemungkinan kerugian dengan cara yang paling ekonomis, yang dilakukan melalui analisa keuangan terhadap biaya program keselamatan, besarnya premi asuransi, biaya dari bermacam-macam teknik penanggulangan risiko. 2. Hal-hal yang bersifat non ekonomis, yaitu upaya untuk mengurangi kecemasan, sebab adanya kemungkinan terjadinya peril tertentu dapat menimbulkan kecemasan dan ketakutan yang sangat, sehingga dengan adanya upaya penganggulangan maka kondisi itu dapat diatasi. 3. Tindakan penanggulangan risiko dilakukan untuk memenuhi kewajiban yang berasal dari pihak ketiga / pihak luar perusahaan, seperti : a. Memasang / memakai alat-alat keselamatan kerja tertentu di tempat kerja / pada waktu bekerja untuk menghindari kecelakaan kerja, misalnya: pemasangan rambu-rambu, pemakaian alat pengaman (misal : ”gas masker”) untuk memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang Keselamatan Kerja. b. Mengasuransikan aktiva yang digunakan sebagai agunan, yang dilakukan oleh debitur untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh kreditur. Tujuan Setelah Terjadinya Peril Pada pokoknya mencakup upaya untuk penyelamatan operasi perusahaan setelah terkena peril yang dapat berupa : 1. Menyelamatkan operasi perusahaan, artinya manajer risiko harus mengupayakan pencarian strategi bagaimana agar kegiatan tetap berjalan sehabis perusahaan tekena peril, meskipun untuk sementara waktu yang beroperasi hanya sebagian saja. 2. Mencari upaya-upaya agar operasi perusahaan tetap berlanjut sesudah perusahaan terkena peril. Hal ini sangat penting temtama untuk perusahaan yang melakukan pelayanan terhadap masyarakat secara langsung, misalnya : bank, sebab bila tidak akan menimbulkan kegelisahan dan nasabahnya bisa lari ke perusahaan pesaing. 3. Mengupayakan agar pendapatan perusahaan tetap mengalir, meskipun tidak sepenuhnya, paling tidak cukup untuk menutup biaya variabelnya. Dimana kalau perlu ditempuh dengan untuk sementara melakukan kegiatan usaha di tempat lain. 4. Mengusahakan tetap berlanjutnya pertumbuhan usaha bagi perusahaan yang sedang melakukan pengembangan usaha, misalnya : yang sedang memproduksi barang baru, memasuki pasar baru dan sebagainya. Jadi harus berupaya untuk mengatur strategi agar pertumbuhan yang sedang dirintis tetap berlangsung. Sebab untuk melakukan perintisan tersebut sudah dikeluarkan biaya yang tidak kecil. 5. Berupaya tetap dapat melakukan tanggung jawab sosial dari perusahaan. Artinya harus dapat menyusun kebijaksanaan yang membuat seminimum mungkin pengaruh jelek dari suatu peril yang diderita perusahaan terhadap karyawannya, para pelanggan / penyalur, para supplier dan sebagainya. Artinya akibat dari peril jangan sampai menimbulkan masalah sosial, misalnya jangan sampai mengakibatkan terjadinya pengangguran. FUNGSI POKOK MANAJEMEN RISIKO Fungsi manajemen risiko pada pokoknya mencakup : a. Menemukan kerugian potensiil Artinya berupaya untuk menemukan/mengidentifikasi seluruh risiko murni yang dihadapi oleh perusahaan, yang meliputi : 1. Kerusakan phisik dari harta kekayaan perusahaan. 2. Kehilangan pendapatan atau kerugian lainnya akibat terganggunya operasi perusahaan. 3. Kerugian akibat adanya tuntutan hukum dari pihak lain. 4. Kerugian-kemgian yang timbul karena : penipuan, tindakan-tindakan kriminal lainnya, tidak jujurnya karyawan dan sebagainya. 5. Kerugian-kemgian yang timbul akibat ”keymen” meninggal dunia, sakit atau menjadi cacat. Untuk itu cara-cara yang dapat ditempuh oleh manajer risiko antara lain dengan : melakukan inspeksi phisik di tempat kerja, mengadakan angket kepada semua pihak di perusahaan, menganalisa semua variabel yang tercakup dalam peta aliran proses produksi dan sebagainya. Misalnya : dengan menganalisa bahan baku dan pembantu dapat diidentifikasi: kemungkinan kerugian karena jumlah supplai yang tidak memadai, penyerahan yang tidak tepat waktu, kerusakan dan kehilangan pada saat penyimpanan; pada proses produksi dapat diidentifikasi : kemungkinan kerugian karena salah proses, kerusakan alat produksi, keterlambatan dan sebagainya; pada produk akhir : kemungkinan kerugian karena barang rusak / hilang dalam penyimpanan, penipuan / kecurangan dari penyalur dan sebagainya. b. Mengevaluasi Kerugian Potensiil : Artinya melakukan evaluasi dan penilaian terhadap semua kerugian potensiil yang dihadapi oleh perusahaan. Evaluasi dan penilaian ini akan meliputi perkiraan mengenai : b.1. Besarnya kemungkinan frekuensi terjadinya kerugian artinya memperkirakan jumlah kemungkinan terjadinya kerugian selama suatu periode tertentu atau berapa kali terjadinya kerugian tersebut selama suatu periode tertentu (biasanya 1 tahun). b.2. Besarnya kegawatan dari tiap-tiap kerugian, artinya menilai besarnya kerugian yang diderita, yang biasanya dikaitkan dengan besarnya pengaruh kerugian tersebut, terutama terhadap kondisi finansiil perusahaan. c. Memilih teknik / cara yang tepat atau menentukan suatu kombinasi dari teknik-teknik yang tepat guna menanggulangi kerugian. Pada pokoknya ada 4 (empat) cara yang dapat dipakai untuk menanggulangi risiko, yaitu : mengurangi kesempatan terjadinya kerugian, meretensi, mengasuransikan dan menghindari. Dimana tugas dari manajer risiko adalah memilih salah satu cara yang paling tepat untuk menanggulangi suatu risiko atau memilih suatu kombinasi dari cara-cara yang paling tepat untuk menanggulangi risiko. Dalam memilih cara penanggulangan risiko secara garis besar dapat disusun suatu metrik sebagai berikut : Nomer tipe Exposure Frekuensi Kerugian Kegawatan Kerugian Penanggulangannya 1 Rendah Rendah Retensi / Pengendalian 2 Tinggi Rendah Retensi / Asuransi / Pengendalian 3 Rendah Tinggi Asuransi / Pengendalian 4 Tinggi Tinggi Menghindari LANGKAH-LANGKAH PROSES PENGELOLAAN RISIKO Dalam mengelola risiko langkah-langkah dari proses yang harus dilalui pada pokoknya adalah : 1. Mengidentifikasi / menentukan terlebih dahulu keinginan obyektif (tujuan) yang ingin dicapai dengan melakukan pengelolaan risiko. Apakah income yang stabil? Apakah kedamaian hati? dan sebagainya. 2. Mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya kerugian / peril atau mengidentifikasi risiko-risiko yang dihadapi. Langkah ini adalah yang paling sulit, tetapi juga paling penting, sebab keberhasilan pengelolaan risiko sangat tergantung pada hasil identifikasi ini. 3. Mengevaluasi dan mengukur besarnya kerugian potensiil, dimana yang dievaluasi dan diukur adalah : a. besarnya kesempatan atau kemungkinan peril yang akan terjadi selama suatu periode tertentu (frekuensinya), b. besarnya akibat dari kerugian tersebut terhadap kondisi keuangan perusahaan / keluarga (kegawatannya), c. kemampuan meramalkan besarnya kerugian yang jelas akan timbul. 4. Mencari cara atau kombinasi cara-cara yang paling baik, paling tepat dan paling ekonomis untuk menyelesaikan masalah-masalah yang timbul akibat terjadinya suatu peril. Upaya-upaya tersebut antara lain meliputi : a. menghindari kemungkinan terjadinya peril, b. mengurangi kesempatan terjadinya peril, c. memindahkan kerugian potensiil kepada pihak lain (mengasuransikan), d. menerima dan memikul kerugian yang timbul (meretensi). 5. Mengkoordinir dan mengimplementasikan / melaksanakan keputusan-keputusan yang telah diambil untuk menanggulangi risiko. Misalnya membuat perlindungan yang layak terhadap kecelakaan kerja, menghubungi, memilih dan menyelesaikan pengalihan risiko kepada pemsahaan asuransi. 6. Mengadministrasi, memonitor dan mengevaluasi semua langkah-langkah atau strategi yang telah diambil dalam menanggulangi risiko. Hal ini sangat penting terutama untuk dasar kebijaksanaan pengelolaan risiko di masa mendatang. Di samping itu juga adanya kenyataan bahwa apabila kondisi suatu obyek berubah penanggulangannya juga berubah. 7. KEDUDUKAN MANAJER RISIKO Di Indonesia pada saat ini dapat dikatakan memang belum ada perusahaan yang mempunyai manajer atau bagian yang khusus menangani pengelolaan risiko secara keseluruhan yang dihadapi oleh perusahaan. Yang sudah ada umumnya baru seorang manajer asuransi, yang fungsinya hanya mengurusi masalah-masalah yang berhubungan dengan perusahaan asuransi, dimana perusahaan menjalin hubungan pertanggungan, yang meliputi antara lain : mengurusi penutupan kontrak-kontrak asuransi, mengurusi ganti rugi bila terjadi peril dan sebagainya. Dimana kedudukan dari manajer ini umumnya hanya setingkat Kepala Seksi (Manajer tingkat bawah). Di negara-negara yang telah maju, terutama di Amerika Serikat perusahaan-perusahaan besar, kurang lebih 80%, telah memiliki Manajer Risiko, dengan berbagai nama jabatan seperti : Manajer Risiko, Manajer Asuransi, Direktur Manajemen Risiko dan sebagainya, yang kedudukannya umumnya setingkat dengan ”Manajer tingkat menengah”. Dimana tugas mereka umumnya mencakup : mengidentifikasi dan mengukur kerugian dari exposures, menyelesaikan klaim-klaim asuransi, merencanakan dan mengelola jaminan tenaga kerja, ikut serta mengontrol kerugian dan keselamatan kerja. Dengan demikian mereka merupakan bagian penting dalam team manajemen perusahaan. KERJASAMA DENGAN DEPARTEMEN LAIN Seorang Manajer Risiko tidak bekerja dalam ”isolasi”, artinya dalam melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan penanggulangan risiko ia tidak bekerja sendiri. Sebab tugas utamanya adalah mengidentifikasi dan merumuskan kebijaksanaan dalam penanggulangan risiko. Sedang implementasi / pelaksanaan dari kebijaksanaan tersebut sebagian besar diserahkan kepada departemen / bagian masing-masing yang bersangkutan. Misalnya : implemetasi penanggulangan risiko di bidang produksi diserahkan kepada Manajer Produksi, di bidang keuangan pada Manajer Keuangan, di bidang personalia pada Manajer Personalia dan seterusnya. Jadi dalam pelaksanaan penanggulangan risiko Manajer Risiko perlu bekerjasama secara harmonis dengan departemen / bagian lain yang bersangkutan. Perlunya kerjasama tersebut dapat dianalisis melalui kegiatan-kegiatan dari departemen / bagian yang berkaitan dengan penanggulangan risiko, yaitu: a. Bagian Akunting : Yaitu kegiatan-kegiatan terutama yang berkaitan dengan upaya mengurangi penggelapan dan pencurian oleh karyawan sendiri ataupun pihak lain. Misalnya : 1. Mengurangi kesempatan karyawan untuk melakukan penggelapan, melalui inter¬nal control dan internal audit. 2. Melalui rekening asset untuk mengidentifikasi dan mengukur kerugian karena ex-posures terhadap harta. 3. Melalui penilaian terhadap rekening piutang mengukur risiko terhadap piutang dan mengalokasikan cadangan bagi kerugian exposures piutang. b. Bagian Keuangan : Terutama berkaitan dengan upaya untuk mendapatkan informasi tentang : kerugian, gangguan terhadap cash-flow dan sebagainya. Misalnya : Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh turunnya keuntungan dan cash-flow. Menganalisis risiko murni terhadap pembelian alat-alat produksi tahan lama (yang mahal) atau investasi baru. Menganalisis risiko yang berkaitan dengan pinjaman yang menggunakan harta milik perusahaan sebagai jaminan. c. Bagian Marketing : Terutama yang berkaitan dengan risiko tanggung-gugat, artinya risiko adanya tuntutan dari pihak luar / pelanggan, karena perusahaan melakukan sesuatu yang tidak memuaskan mereka. Misalnya : 1. Kerusakan barang akibat pembungkusan yang kurang baik. 2. Penyerahan barang yang tidak tepat waktu. Juga upaya-upaya melakukan distribusi barang-barang dengan memperhatikan keselamatan, dalam rangka mengurangi kecelakaan. Contoh : Logo / tema mobil-mobil pengangkut rokok dari PT. Gudang Garam yang berbunyi “Utamakan Selamat”. d. Bagian Produksi : Mencakup upaya-upaya yang berkaitan dengan : 1. Pencegahan terhadap adanya produk-produk yang cacad, yang tidak memenuhi syarat kualitas. 2. Pencegahan terhadap pemborosan pemakaian bahan baku, bahan pembantu maupun peralatan. 3. Pencegahan terhadap kecelakaan kerja, dengan penerapan aturan-aturan dari Undang-undang Kecelakaan Kerja dan sebagainya. e. Bagian Engineering dan Maintenance: Bagian ini adalah yang bertanggung jawab terhadap desain pabrik, maintenance dan melaksanakan perawatan terhadap gedung, pabrik serta peralatan-peralatan lainnya, yang kesemuanya sangat vital guna mencegah, mengurangi frekuensi maupun kegawatan dari suatu kerugian / peril. f. Bagian Personalia : Bagian ini mempunyai banyak tanggung jawab yang berkaitan dengan penanggulangan risiko yang berkaitan dengan diri karyawan. Misalnya : perencanaan, instalasi dan administrasi program-program kesejahteraan karyawan, guna mencegah pemogokan, kebosanan dan sebagainya. Biasanya bagian ini juga bertanggung jawab langsung terhadap masalah keselamatan (safety) kerja dan hygiene industri. Dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut di atas sangat diperlukan adanya komunikasi dua arah antara Manajer Risiko dengan Manajer-manajer Bagian yang bersangkutan. Jadi diperlukan adanya kerjasama yang aktif diantara mereka, sehingga dapat dikatakan bahwa: “tanpa kerja sama aktif dari departemen lain program manajemen risiko akan gagal”. REVIEW BERKALA Supaya program penanggulangan risiko yang sudah disusun oleh Manajer Risiko dapat tetap berlaku secara efektif sepanjang waktu, maka program tersebut perlu selalu direview secara berkala untuk mengetahui apakah terjadi perubahan dari variabel-variabel yang berpengaruh terhadap terjadinya peril dan upaya penanggulangannya, yang menyangkut : biaya, program keselamatan, pencegahan kerugian dan sebagainya. Untuk itu catatan-catatan kerugian yang telah terjadi perlu selalu diperiksa, untuk mengetahui apakah ada perubahan terhadap frekuensi maupun kegawatannya dan sebagainya, yang sangat perlu guna tindakan penyesuaian di waktu selanjutnya. Untuk mengetahui perkembangan-perkembangan baru yang akan mempengaruhi upaya penanggulangan risiko, maka Manajer Risiko perlu pula melakukan penelitian secara berkala. Risiko Kredit (Manajemen Risiko) RISIKO KREDIT Risiko kredit terjadi jika counterparty ( pihak lain dalam transaksi bisnis ) tidak bisa memenuhi kewajibannya ( wanprestasi ). Risiko kredit semakin penting karena akhir – akhir ini banyak peristiwa gagal bayar yang dialami perusahaan – perusahaan domestic, luar negeri bahkan negara sekalipun. Pada bab ini akan membahas mengenai teknik – teknik pengukuran risiko kredit secara kualitatif, kuantitatif seperti creditmatrics, RAROC, dan lainnya. PENILAIAN KUALITATIF • Kerangka 3R dan 5C digunakan dalam menganalisis kemampuan melunasi kewajiban dari calon nasabah bank, namun bisa juga dipakai untuk menganalisis risiko kredit perusahaan. • Pedoman 3R, yaitu : 1. Returns  Hasil yang diperoleh dari penggunaan kredit yang diminta, apakah kredit tersebut bisa menghasilkan return ( pendapatan ) yang memadai untuk melunasi hutang dan bunganya. 2. Repayment capacity  Kemampuan perusahaan mengembalikan pinjaman dan bunganya pada saat pembayaran tersebut jatuh tempo. 3. Risk-bearing ability  Kemampuan perusahaan menanggung risiko kegagalan atau ketidakpastian yang berkaitan dengan penggunaan kredit. Jaminan perlu dipertimbangkan oleh kreditor. • Pedoman 5C, yaitu : 1. Character  Kemauan ( sifat dan watak ) peminjam ( debitur ) untuk memenuhi kewajibannya. 2. Capacity  Kemampuan peminjam untuk melunaasi kewajiban hutangnya, melalui pengelolaan perusahaannya dengan efektif dan efisien. 3. Capital  Posisi keuangan perusahaan ( peminjam ) secara keseluruhan dapat dilihat dari analisis rasio.  Bank atau lembaga harus memperhatikan komposisi hutang dengan modal sendiri. 4. Collateral  Aset yang dijaminkan untuk suatu pinjaman. Lembaga harus meminta jaminan yang nilainya melebihi jumlah pinjaman. 5. Conditions  Sejauh mana kondisi perekonomian akan mempengaruhi kemampuan mengembalikan pinjaman. PENILAIAN KUANTITATIF Pada bagian ini menyajikan analisis risiko kredit yang bersifat kuantitatif : 1. Rating Perusahaan • Perusahaan atau negara seperti Indonesia akan menerbitkan surat hutang, baik dalam jangka panjang ( obligasi ) atau jangka pendek ( commercial paper ) kemudian perusahaan pe-rating akan me-rating. • Rating menunjukan tingkat risiko perusahaan. Dari sini calon pembeli obligasi memperoleh gambaran mengenai risiko perusahaan. Tabel klasifikasi Rating : Rating Keterangan AAA Instrument hutang dengan tingkat resiko sangat rendah. Tingkat pengembalian teramat baik(excellent); perubahan pada kondisi keuangan, bisnis atau ekonomi tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap resiko investasi. AA Instrument hutang dengan resiko sangat rendah. Tingkat pengembalian yang sangat baik, perubahan pada kondisi keuangan, bisnis, atau ekonomi barangkali akan berpengaruh pada resiko investasi , tetapi tidak terlalu besar. A Pengembalian hutang dengan resiko rendah. Tingkat pengembalian yang baik, meskipun perubahan pada kondisi keungan , bisnis atau ekonomi akan meningkatakan resiko investasi. BBB Tingkat penegmbalian yang memadai. Perubahan pada kondisi keuangan , bisnis, atau ekonomi mempunyai kemungkinan besar meningkatkan resiko investasi dibandingkan dengan kategori yang lebih tinggi. BB Investasi. Perusahaan mempunyai kemampuan membayar bunga dan pokok pinjaman, tetapi kemampuan tersebut rawan terhadap perubahan pada kondisi ekonomi, bisnis, dan keuangan. B Instrument hutang saat ini mengandung resiko investasi. Tingkat pengembalian tidak terlindungi secara memadai terhadap kondisi ekonomi, bisnis , dan keuangan. C Instrument keuangan yang bersifat spekulatif dengan kemungkinan besar bangkrut. D Instrument keuangan sedang default/bangkrut Perusahaan dengan rating AAA mempunyai resiko kredit yang paling rendah. Perusahaan dengan rating C mempunyai resiko kredit yang tinggi sekali. Dengan data tersebut, kita bias memperoleh gambaran tingkat resiko kredit. 2. Model Skoring Kredit Terdapat 3 model skoring kredit, yaitu : • Model Diskriminan  Pada dasarnya ingin melihat apakah suatu perusahaan sebaiknya dimasukkan ke dalam kategori tertentu. Contoh : Z = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X2 + 1,0 X5 Dimana : X1 = rasio modal kerja / total asset X2 = rasio laba yang ditahan / total asset X3 = rasio laba sebelum bunga dan pajak / total asset X4 = rasio nilai pasar saham / nilai buku saham X5 = rasio penjualan / total asset • Model Probabilitas Linier  Model ini dapat menghasilkan angka yang mencerminkan seberapa besar kegagalan bayar ( risiko kredit )  Langkah pertama mengestimasi persamaan dengan mengumpulkan data perusahaan yang gagal bayar dan tidak gagal bayar. Variable gagal bayar menjadi variable tidak bebas ( dependent ). Kemudian diberi kode masing- masing. Mengumpulkan data untuk variable bebas ( misal rasio – rasio keuangan ), seteah terkumpul estimasi bisa dilakukan dengan teknik regresi linier.  Estimasi dengan model probabilitas linear Z = 0,2 + 1,3 X1 + 0,5 X2 Dimana X1 = Rasio modal kerja/total asset X2 = Rasio laba sebelum bunga dan pajak/total aset Misalkan : analisis potensi gagal bayar untuk 3 perusahaan A B C Total aset Rp 100 miliar Rp 50 miliar Rp 100 miliar Modal kerja Rp 40 miliar Rp 5 miliar Rp 50 miliar Laba sebelum bunga dan pajak Rp 40 miliar -Rp 2,5 miliar Rp 40 miliar X1 0,4 0,1 0,5 X2 0,4 -0,05 0,4 Probabilitas tidak gagal bayar ( lancar ) : ZA = 0,2 + 1,3 (0,4) + 0,5 (0,4) = 0,92 ZB = 0,2 + 1,3 (0,1) + 0,5 (-0,05) = 0,305 Dengan demikian perusahaan A mempunyai risiko kredit lebih rendah dibanding perusahaan B.  Kelemahan dari model probabilitas linear adalah kemungkinan probabilitas yang dihitung diluar wilayah 0 dan 1, padahal maksimum nilai probabilitas adalah 1 • Model Probabilitas Logit  Misalkan Y adalah probabilitas ‘sukses’, regresi logitnya : Logit ( Y ) = log {(Y/(1-Y))} =a+b1 X1 +b2 X2  Y = {exp (a+b1 X1 +b2 X2)}/{1 + exp (a+b1 X1 +b2 X2)} Alternatif penulisan lain  Memakai fungsi, kurva Y akan membentuk huruf S dan nilai Y akan selalu berada diantara 0 dan Probabilitas Variabel Independen

remember me: HARVAT

remember me: HARVAT :