Selasa, 07 Oktober 2014

manajemen keuangan



Tugas

Manajemen keuangan daerah
Tentang
Pengukuran kinerja sektor publik




Oleh :
NAMA  :  NURSIDAR. A
NIM  :  116601042







SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI ENAM-ENAM KENDARI
(STIE-66)
KENDARI
2011










a.       Pengertian pengukuran kinerja sektor publik
Dengan kata lain, kinerja instansi pemerintah kini lebih banyak mendapat sorotan, karena masyarakat mulai mempertanyakan manfaat yang mereka peroleh atas pelayanan instansi pemerintah. Kondisi ini mendorong meningkatnya kebutuhan atas pengukuran kinerja terhadap para penyelenggara negara yang telah menerima amanat dari rakyat.
Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perencanaan strategis suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok. Kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok tersebut mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan sebelumnya. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang hendak dicapai. Tanpa ada tujuan atau target, kinerja seseorang atau organisasi tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada tolak ukurnya Dalam rangka menjalankan amanat rakyat, pengelolaan keuangan negara harus dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan. Untuk mewujudkannya, diperlukan pendekatan prestasi kerja dalam penyusunan APBN/APBD, setiap alokasi biaya yang direncanakan harus dikaitkan dengan tingkat pelayanan atau hasil yang diharapkan dapat dicapai. Pendekatan ini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen kinerja, khususnya untuk mengukur tingkat keberhasilan program atau aktivitas pada pemerintah yang ditujukan dalam rangka mencapai hasil yang dapat memenuhi kebutuhan stakeholders.
Kinerja Pemerintah dapat diukur melalui evaluasi terhadap pelaksanaan APBN/APBD. Penetapan indikator kinerja pada saat penganggaran merupakan tahapan awal dari manajemen kinerja, dan merupakan tahapan yang paling penting, karena indikator kinerja pada anggaran merupakan kontrak dan komitmen tentang hasil yang akan dicapai pada satu tahun ke depan. Kesalahan penentuan indikator kinerja pada saat penganggaran akan menyebabkan kesalahan pada saat pengukuran dan evaluasi. Kaitannya dengan hal tersebut, saat ini dikembangkan Standar Analisa Belanja (SAB), Tolok Ukur Kinerja, dan Standar Biaya dalam sistem penganggaran di Indonesia.
manajemen kinerja juga bisa didefinisikan sebagai proses sistematik, terencana dan berkelanjutan yang meliputi perencanaan kinerja, pelaksanaan kinerja, penilaian kinerja, kaji ulang kinerja, dan perbaikan kinerja. Manajemen kinerja merupakan proses penentuan indikator kinerja yang tepat untuk suatu kegiatan serta pengukuran indikator kinerja dari pelaksanaan kegiatan sehingga dapat digunakan untuk menilai tingkat keberhasilan suatu organisasi pemerintahan.
Secara umum kinerja dapat didefinisikan sebagai prestasi yang dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu. Untuk mengetahui  keberhasilan atau kegagalan organisasi tersebut, dapat diukur melalui output atau manfaat program yang dilaksanakan
Menurut Larry D Stout (1993) dalam Performance Meassurement Guide menyatakan bahwa :
“Pengukuran / penilaian kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa ataupun suatu proses.”
Sedangkan menurut James B Whittaker dalam Government and Result Act, A Mandate for Strategic Planning and Performance Measurement mnyatakan bahwa :
“Pengukuran /penilaian kinerja adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.”
Jadi, pengukuran kinerja sektor publik suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa, hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan, dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan, visi dan misi organsisasi.
Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk melakukan penilaian kinerja, yaitu untuk menilai keberhasilan organisasi, program, dan kegiatan. Pengukuran kinerja merupakan suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditentukan, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumberdaya dalam menghasilkan barang dan jasa, untuk mengukur kualitas barang dan jasa, membandingkan hasil kegiatan dengan target, dan menilai efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan. Dengan adanya pengukuran kinerja memungkinkan bagi unit kerja pemerintahan untuk memonitor kinerja dalam menghasilkan keluaran (output), hasil (outcomes), manfaat (benefit) dan dampak (impact) terhadap masyarakat, sehingga bermanfaat untuk membantu pimpinan instansi dalam memonitor dan memperbaiki kinerja serta fokus pada tujuan organisasi dalam rangka memenuhi tuntutan akuntabilitas publik.
elemen pokok dalam suatu pengukuran kinerja yaitu :
1.       Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi.
2.       Merumuskan indikator dan ukuran kinerja
3.       Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi.
4.       Evaluasikinerja.

b.      Evaluasi kinerja
Evaluasi kinerja merupakan suatu hal yang penting dalam manajemen kinerja, karena evaluasi kinerja merupakan proses penilaian secara sistematis terhadap keberhasilan dan/atau kegagalan suatu kebijakan atau program dalam pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Hasil evaluasi kinerja bermanfaat sebagai sumber informasi dalam pengambilan keputusan untuk melanjutkan, melakukan perbaikan, ataupun menghentikan suatu kebijakan, program dan kegiatan pembangunan.
Evaluasi kinerja memiliki karakteristik khusus, yaitu:
  1. Evaluasi kinerja menekankan pada penilaian terhadap dampak suatu kebijakan, program, kegiatan, dan tata cara untuk melakukan penilaian terhadap tujuan dan sasaran kebijakan dan program.
  2. Evaluasi kinerja menekankan keterkaitan antara pencapaian tujuan dan sasaran dengan fakta. Hal ini berarti bahwa pengukuran kinerja suatu kebijakan, program, dan kegiatan tidak hanya memperhitungkan persepsi seseorang, kelompok masyarakat atau seluruh masyarakat terhadap manfaat kebijakan, program, dan kegiatan tersebut, tetapi perlu didukung oleh bukti nyata bahwa dampak yang timbul merupakan konsekuensi dari hasil serangkaian tindakan yang dilakukan dalam pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan.
  3. Evaluasi kinerja berorientasi pada kinerja saat ini dibandingkan dengan kinerja masa lalu. Dengan kata lain, evaluasi kinerja bersifat retrospektif terhadap kinerja saat ini atas pelaksanaan kegiatan (ex post). Hasil evaluasi kinerja berupa rekomendasi yang bersifat prospektif untuk perbaikan kebijakan di masa depan dan sebelum tindakan di masa depan dilakukan (ex ante).
  4. Evaluasi kinerja dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan secara menyeluruh. Evaluasi kinerja terhadap suatu kebijakan atau program seringkali sangat krusial dan menentukan pelaksanaan kebijakan atau program lainnya.
Ukuran-ukuran untuk menilai dan meningkatkan kinerja organisasi secara cepat dan komprehensif harus dibatasi jumlahnya. Pemilihan atas ukuran kinerja organisasi akan menghasilkan kerangka kerja pengukuran yang berbeda-beda. Umumnya, ukuran kinerja dapat dikelompokkan ke dalam satu dari enam kategori berikut ini, yaitu:
  1. Efektif, Indikator ini mengukur tingkat kesesuaian output yang dihasilkan dalam mencapai sesuatu yang diinginkan.
2.       Efisien, Indikator ini mengukur tingkat kesesuaian proses menghasilkan output dengan biaya   serendah mungkin.
3.         Kualitas, Indikator ini mengukur tingkat kesesuaian antara produk atau jasa yang dihasilkan dengan kebutuhan dan harapan konsumen.
  1. Produktivitas, Indikator ini mengukur tingkat produktivitas (kemampuan untuk menghasilkan nilai tambah) suatu organisasi.
  2. Ketepatan Waktu, Indikator ini untuk mengukur apakah suatu pekerjaan dapat diselesaikan sesuai waktu yang ditentukan.
  3. Keselamatan, Indikator ini mengukur kesehatan organisasi secara keseluruhan serta lingkungan para pegawai ditinjau dari aspek keselamatan.
c.       Sistem pengukuran kinerja
Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non-finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment system.  Dalam suatu sistem manajemen strategi, pengukuran kinerja berfungsi sebagai alat penilai apakah strategi yang sudah ditetapkan telah berhasil dicapai. Dari hasil pengukuran kinerja dilakukan feedback sehingga tercipta sistem pengukuran kinerja yang mampu memperbaiki kinerja organisasi secara berkelanjutan.
*      Menurut Mardiasmo, sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan nonfinansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment system.
Sistem pengukuran kinerja yang menggunakan kerangka pengukuran kinerja dengan pendekatan proses mulai dari input hingga dampaknya adalah sebagai berikut:
1.   Masukan (Input)
Indikator input harus dibedakan dengan inputnya sendiri. Input adalah segala hal yang digunakan untuk menghasilkan output dan outcome. Sedangkan indikator input adalah alat yang digunakan untuk mengukur jumlah input yang digunakan untuk menghasilkan output dan outcome (melaksanakan kegiatan).
Tolok ukur input relatif mudah diukur dan telah dipergunakan secara luas, namun tidak terlepas dari adanya permasalahan antara lain :
a.       Tingkat intensitas keterlibatan SDM dalam pelaksanaan kegiatan tidak digambarkan dalam pengukuran SDM.
b.      Pengukuran biaya tidak akurat karena banyak biaya-biaya yang dibebankan pada suatu kegiatan tidak memiliki kaitan dengan pencapaian sasaran kegiatan tersebut.
c.       Banyak biaya input seperti biaya pendidikan dan pelatihan, gaji bulanan karyawan pelaksana, penyusutan aktiva yang dipergunakan, seringkali tidak diperhitungkan sebagai biaya kegiatan.
2.   Proses (Process)
Indikator ini berisi gambaran mengenai langkah-langkah yang dilaksanakan dalam menghasilkan barang atau jasa. Indikator mengenai proses dapat dikelompokkan menjadi:
a.       Frekuensi proses atau aktivitas,
b.       Ketaatan terhadap ketentuan atau standar yang ditentukan dalam melaksanakan proses.
3. Keluaran (Output)
Indikator output harus dibedakan dengan outputnya sendiri. Output adalah segala hal yang dihasilkan oleh suatu aktivitas atau kegiatan. Sedangkan indikator output adalah alat untuk mendeskripsikan bagaimana organisasi mengelola input tersebut dalam menghasilkan output dan outcome.
4.   Hasil (Outcome).
Indikator outcome memberikan gambaran mengenai hasil aktual atau yang diharapkan dari barang atau jasa yang diproduk oleh suatu organisasi. Indikator kinerja outcome mengukur outcome yang lebih dapat dikendalikan (controllable) bagi organisasi. Untuk outcome yang melibatkan banyak pihak ataupun dipengaruhi secara signifikan oleh faktor-faktor lain di luar kendali organisasi sebaiknya diukur sebagai manfaat (benefit) atau dampak (impact).
d.      Value For Money
Value for Money. Pengukuran kinerja Value for Money adalah pengukuran kinerja untuk mengukur nilai ekonomi, efisiensi, dan efektivitas suatu kegiatan, program, dan organisasi. Value for money merupakan inti pengukuran kinerja pada organisasi pemerintah. Kinerja pemerintah tidak dapat dinilai dari sisi output yang dihasilkan saja, akan tetapi harus mempertimbangkan input, output dan outcome secara bersama-sama. Bahkan, untuk beberapa hal perlu ditambahkan pengukuran distribusi dan cakupan layanan ( equity & service coverage ). Permasalahan yang sering dihadapi oleh pemerintah dalam melakukan pengukuran kinerja adalah sulitnya mengukur output, karena output yang dihasilkan tidak selalu berupa output yang berwujud, akan tetapi lebih banyak intangible output.
Value for money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu: ekonomi, efisiensi, dan efektivitas:
*      Ekonomi: pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada harga yang terendah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input value yang dinyatakan dalam satuan moneter.
*       Efisiensi: pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau penggunaan inputyang rendah untuk mencapai output tertentu. Efisiensi merupakan perbandingan output/inputyang dikaitkan dengan standard kinerja atau target yang telah ditetapkan.
*      Efektivitas: tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Secara sederhana efektivitas merupakan perbandingan outcome dengan output.

e.       Komponen yang Dipertimbangkan dalam Penentuan Indikator Kinerja
Dalam melakukan pengukuran kinerja, informasi yang digunakan dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu :
v  Informasi Finansial
Penilaian laporan kinerja finansial diukur berdasarkan pada anggaran yang telah dibuat. Penilaian tersebut dilakukan dengan menganalisa varians ( selisih atau perbedaan ) antara kinerja aktual dengan yang dianggarkan.
Analisis varians secara garis besar berfokus pada :
a.  Varians Pendapatan (revenue variance)
b.  Varians belanja investasi/modal (expenditure variance)
-   Varians belanja rutin (recurrent expenditure variance)
-   Varians belanja investasi / modal (capital expenditure variance)
f. Informasi Non-Finansial
Informasi non-finansial dapat dijadikan sebagai tolak ukur lainnya. Informasi non finansial dapat menambah keyakinan terhadap kualitas proses pengendalian manajemen. Teknik pengukuran kinerja yang komperhensif yang banyak dikembangkan oleh berbagai organisasi ini adalah Balanced Scorecard. Dengan Balanced Scorecard kinerja organisasi diukur tidak hanya berdasarkan aspek finansial sajam akan tetapi juga aspek non-finansial. Pengukuran dengan metode Balanced Scorecard melibatkan empat aspek, yaitu :
1.      Perspektif Finansial ( financial perspective)
2.      Perspektif kepuasan pelanggan (customer perspective)
3.      Perspektif efisiensi proses internal (internal process efficiensy)
4.      Perspektif pembelanjaran dan pertumbuhan (learning and growth Perspective)
Jenis informasi non-finansial dapat dinyatakan dalam bentuk variabel kunci (key variabel) atau sering dinamakan sebagai key succes factor, key result factor, atau pulse point.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

remember me: HARVAT

remember me: HARVAT :