Tugas
Manajemen keuangan daerah
Tentang
Pengukuran kinerja sektor publik

Oleh
:
NAMA :
NURSIDAR. A
NIM :
116601042
SEKOLAH
TINGGI ILMU EKONOMI ENAM-ENAM KENDARI
(STIE-66)
KENDARI
2011
a.
Pengertian pengukuran kinerja sektor
publik
Dengan kata lain,
kinerja instansi pemerintah kini lebih banyak mendapat sorotan, karena
masyarakat mulai mempertanyakan manfaat yang mereka peroleh atas pelayanan
instansi pemerintah. Kondisi ini mendorong meningkatnya kebutuhan atas
pengukuran kinerja terhadap para penyelenggara negara yang telah menerima
amanat dari rakyat.
Kinerja (performance)
adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi
organisasi yang tertuang dalam perencanaan strategis suatu organisasi. Istilah
kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan
individu maupun kelompok. Kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok
tersebut mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang
hendak dicapai. Tanpa ada tujuan atau target, kinerja seseorang atau organisasi
tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada tolak ukurnya Dalam rangka
menjalankan amanat rakyat, pengelolaan keuangan negara harus dilakukan secara
tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, efektif, transparan,
dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan. Untuk
mewujudkannya, diperlukan pendekatan prestasi kerja dalam penyusunan APBN/APBD,
setiap alokasi biaya yang direncanakan harus dikaitkan dengan tingkat pelayanan
atau hasil yang diharapkan dapat dicapai. Pendekatan ini merupakan bagian yang
tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen kinerja, khususnya untuk
mengukur tingkat keberhasilan program atau aktivitas pada pemerintah yang
ditujukan dalam rangka mencapai hasil yang dapat memenuhi kebutuhan stakeholders.
Kinerja
Pemerintah dapat diukur melalui evaluasi terhadap pelaksanaan APBN/APBD.
Penetapan indikator kinerja pada saat penganggaran merupakan tahapan awal dari
manajemen kinerja, dan merupakan tahapan yang paling penting, karena indikator
kinerja pada anggaran merupakan kontrak dan komitmen tentang hasil yang akan
dicapai pada satu tahun ke depan. Kesalahan penentuan indikator kinerja pada
saat penganggaran akan menyebabkan kesalahan pada saat pengukuran dan evaluasi.
Kaitannya dengan hal tersebut, saat ini dikembangkan Standar Analisa Belanja
(SAB), Tolok Ukur Kinerja, dan Standar Biaya dalam sistem penganggaran di
Indonesia.
manajemen kinerja
juga bisa didefinisikan sebagai proses sistematik, terencana dan berkelanjutan
yang meliputi perencanaan kinerja, pelaksanaan kinerja, penilaian kinerja, kaji
ulang kinerja, dan perbaikan kinerja. Manajemen kinerja merupakan proses
penentuan indikator kinerja yang tepat untuk suatu kegiatan serta pengukuran
indikator kinerja dari pelaksanaan kegiatan sehingga dapat digunakan untuk
menilai tingkat keberhasilan suatu organisasi pemerintahan.
Secara
umum kinerja dapat didefinisikan sebagai prestasi yang dicapai oleh organisasi
dalam periode tertentu. Untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalan
organisasi tersebut, dapat diukur melalui output atau manfaat program yang
dilaksanakan
Menurut Larry D Stout
(1993) dalam Performance Meassurement Guide menyatakan bahwa :
“Pengukuran
/ penilaian kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian
pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasil-hasil yang
ditampilkan berupa produk, jasa ataupun suatu proses.”
Sedangkan
menurut James B Whittaker dalam Government and Result Act, A Mandate for
Strategic Planning and Performance Measurement mnyatakan bahwa :
“Pengukuran
/penilaian kinerja adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas
pengambilan keputusan dan akuntabilitas.”
Jadi,
pengukuran kinerja sektor publik suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan
terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk
informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan
jasa, kualitas barang dan jasa, hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang
diinginkan, dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan, visi dan misi
organsisasi.
Pengukuran kinerja
digunakan sebagai dasar untuk melakukan penilaian kinerja, yaitu untuk menilai
keberhasilan organisasi, program, dan kegiatan. Pengukuran kinerja merupakan
suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran
yang telah ditentukan, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumberdaya
dalam menghasilkan barang dan jasa, untuk mengukur kualitas barang dan jasa,
membandingkan hasil kegiatan dengan target, dan menilai efektivitas tindakan
dalam mencapai tujuan. Dengan adanya pengukuran kinerja memungkinkan bagi unit
kerja pemerintahan untuk memonitor kinerja dalam menghasilkan keluaran (output),
hasil (outcomes), manfaat (benefit) dan dampak (impact)
terhadap masyarakat, sehingga bermanfaat untuk membantu pimpinan instansi dalam
memonitor dan memperbaiki kinerja serta fokus pada tujuan organisasi dalam
rangka memenuhi tuntutan akuntabilitas publik.
elemen pokok dalam suatu pengukuran
kinerja yaitu :
1.
Menetapkan tujuan, sasaran, dan
strategi organisasi.
2.
Merumuskan indikator dan ukuran kinerja
3.
Mengukur tingkat ketercapaian tujuan
dan sasaran-sasaran organisasi.
4.
Evaluasikinerja.
b. Evaluasi kinerja
Evaluasi
kinerja merupakan suatu hal yang penting dalam manajemen kinerja, karena
evaluasi kinerja merupakan proses penilaian secara sistematis terhadap
keberhasilan dan/atau kegagalan suatu kebijakan atau program dalam pencapaian
tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Hasil evaluasi kinerja bermanfaat
sebagai sumber informasi dalam pengambilan keputusan untuk melanjutkan,
melakukan perbaikan, ataupun menghentikan suatu kebijakan, program dan kegiatan
pembangunan.
Evaluasi
kinerja memiliki karakteristik khusus, yaitu:
- Evaluasi kinerja menekankan pada penilaian terhadap dampak suatu kebijakan, program, kegiatan, dan tata cara untuk melakukan penilaian terhadap tujuan dan sasaran kebijakan dan program.
- Evaluasi kinerja menekankan keterkaitan antara pencapaian tujuan dan sasaran dengan fakta. Hal ini berarti bahwa pengukuran kinerja suatu kebijakan, program, dan kegiatan tidak hanya memperhitungkan persepsi seseorang, kelompok masyarakat atau seluruh masyarakat terhadap manfaat kebijakan, program, dan kegiatan tersebut, tetapi perlu didukung oleh bukti nyata bahwa dampak yang timbul merupakan konsekuensi dari hasil serangkaian tindakan yang dilakukan dalam pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan.
- Evaluasi kinerja berorientasi pada kinerja saat ini dibandingkan dengan kinerja masa lalu. Dengan kata lain, evaluasi kinerja bersifat retrospektif terhadap kinerja saat ini atas pelaksanaan kegiatan (ex post). Hasil evaluasi kinerja berupa rekomendasi yang bersifat prospektif untuk perbaikan kebijakan di masa depan dan sebelum tindakan di masa depan dilakukan (ex ante).
- Evaluasi kinerja dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan secara menyeluruh. Evaluasi kinerja terhadap suatu kebijakan atau program seringkali sangat krusial dan menentukan pelaksanaan kebijakan atau program lainnya.
Ukuran-ukuran untuk
menilai dan meningkatkan kinerja organisasi secara cepat dan komprehensif harus
dibatasi jumlahnya. Pemilihan atas ukuran kinerja organisasi akan menghasilkan
kerangka kerja pengukuran yang berbeda-beda. Umumnya, ukuran kinerja dapat
dikelompokkan ke dalam satu dari enam kategori berikut ini, yaitu:
- Efektif, Indikator ini mengukur tingkat kesesuaian output yang dihasilkan dalam mencapai sesuatu yang diinginkan.
2.
Efisien,
Indikator ini mengukur tingkat kesesuaian proses menghasilkan output dengan
biaya serendah mungkin.
3.
Kualitas,
Indikator ini mengukur tingkat kesesuaian antara produk atau jasa yang
dihasilkan dengan kebutuhan dan harapan konsumen.
- Produktivitas, Indikator ini mengukur tingkat produktivitas (kemampuan untuk menghasilkan nilai tambah) suatu organisasi.
- Ketepatan Waktu, Indikator ini untuk mengukur apakah suatu pekerjaan dapat diselesaikan sesuai waktu yang ditentukan.
- Keselamatan, Indikator ini mengukur kesehatan organisasi secara keseluruhan serta lingkungan para pegawai ditinjau dari aspek keselamatan.
c. Sistem pengukuran kinerja
Sistem
pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk
membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur
finansial dan non-finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai
alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja diperkuat dengan
menetapkan reward and punishment system. Dalam suatu sistem manajemen strategi,
pengukuran kinerja berfungsi sebagai alat penilai apakah strategi yang sudah
ditetapkan telah berhasil dicapai. Dari hasil pengukuran kinerja dilakukan
feedback sehingga tercipta sistem pengukuran kinerja yang mampu memperbaiki
kinerja organisasi secara berkelanjutan.

Sistem
pengukuran kinerja yang menggunakan kerangka pengukuran kinerja dengan
pendekatan proses mulai dari input hingga dampaknya adalah sebagai berikut:
1.
Masukan (Input)
Indikator
input harus dibedakan dengan inputnya sendiri. Input
adalah segala hal yang digunakan untuk menghasilkan output dan outcome.
Sedangkan indikator input adalah alat yang digunakan untuk mengukur
jumlah input yang digunakan untuk menghasilkan output dan outcome
(melaksanakan kegiatan).
Tolok
ukur input relatif mudah diukur dan telah dipergunakan secara luas,
namun tidak terlepas dari adanya permasalahan antara lain :
a. Tingkat
intensitas keterlibatan SDM dalam pelaksanaan kegiatan tidak digambarkan dalam
pengukuran SDM.
b. Pengukuran
biaya tidak akurat karena banyak biaya-biaya yang dibebankan pada suatu
kegiatan tidak memiliki kaitan dengan pencapaian sasaran kegiatan tersebut.
c. Banyak
biaya input seperti biaya pendidikan dan pelatihan, gaji bulanan
karyawan pelaksana, penyusutan aktiva yang dipergunakan, seringkali tidak
diperhitungkan sebagai biaya kegiatan.
2.
Proses (Process)
Indikator
ini berisi gambaran mengenai langkah-langkah yang dilaksanakan dalam
menghasilkan barang atau jasa. Indikator mengenai proses dapat dikelompokkan
menjadi:
a.
Frekuensi proses atau aktivitas,
b.
Ketaatan terhadap ketentuan atau
standar yang ditentukan dalam melaksanakan proses.
3.
Keluaran (Output)
Indikator output
harus dibedakan dengan outputnya sendiri. Output adalah segala
hal yang dihasilkan oleh suatu aktivitas atau kegiatan. Sedangkan indikator output
adalah alat untuk mendeskripsikan bagaimana organisasi mengelola input
tersebut dalam menghasilkan output dan outcome.
4. Hasil
(Outcome).
Indikator
outcome memberikan gambaran mengenai hasil aktual atau yang diharapkan
dari barang atau jasa yang diproduk oleh suatu organisasi. Indikator kinerja outcome
mengukur outcome yang lebih dapat dikendalikan (controllable)
bagi organisasi. Untuk outcome yang melibatkan banyak pihak ataupun
dipengaruhi secara signifikan oleh faktor-faktor lain di luar kendali
organisasi sebaiknya diukur sebagai manfaat (benefit) atau dampak (impact).
d. Value
For Money
Value
for Money. Pengukuran kinerja Value for Money
adalah pengukuran kinerja untuk mengukur nilai ekonomi, efisiensi, dan
efektivitas suatu kegiatan, program, dan organisasi. Value for money merupakan
inti pengukuran kinerja pada organisasi pemerintah. Kinerja pemerintah tidak
dapat dinilai dari sisi output yang dihasilkan saja, akan tetapi harus
mempertimbangkan input, output dan outcome secara bersama-sama. Bahkan, untuk
beberapa hal perlu ditambahkan pengukuran distribusi dan cakupan layanan
( equity & service coverage ). Permasalahan yang sering
dihadapi oleh pemerintah dalam melakukan pengukuran kinerja adalah sulitnya
mengukur output, karena output yang dihasilkan tidak selalu berupa output yang
berwujud, akan tetapi lebih banyak intangible output.
Value for money merupakan
konsep pengelolaan organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen
utama, yaitu: ekonomi, efisiensi, dan efektivitas:



e. Komponen
yang Dipertimbangkan dalam Penentuan Indikator Kinerja
Dalam melakukan pengukuran kinerja,
informasi yang digunakan dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu :
v Informasi
Finansial
Penilaian laporan
kinerja finansial diukur berdasarkan pada anggaran yang telah dibuat. Penilaian
tersebut dilakukan dengan menganalisa varians ( selisih atau perbedaan ) antara
kinerja aktual dengan yang dianggarkan.
Analisis varians secara garis besar
berfokus pada :
a. Varians
Pendapatan (revenue variance)
b. Varians
belanja investasi/modal (expenditure variance)
- Varians
belanja rutin (recurrent expenditure variance)
- Varians
belanja investasi / modal (capital expenditure variance)
f.
Informasi Non-Finansial
Informasi
non-finansial dapat dijadikan sebagai tolak ukur lainnya. Informasi non
finansial dapat menambah keyakinan terhadap kualitas proses pengendalian
manajemen. Teknik pengukuran kinerja yang komperhensif yang banyak dikembangkan
oleh berbagai organisasi ini adalah Balanced Scorecard.
Dengan Balanced Scorecard kinerja organisasi diukur tidak
hanya berdasarkan aspek finansial sajam akan tetapi juga aspek non-finansial.
Pengukuran dengan metode Balanced Scorecard melibatkan empat
aspek, yaitu :
1. Perspektif
Finansial ( financial perspective)
2. Perspektif
kepuasan pelanggan (customer perspective)
3. Perspektif
efisiensi proses internal (internal process efficiensy)
4. Perspektif
pembelanjaran dan pertumbuhan (learning and growth Perspective)
Jenis informasi non-finansial dapat
dinyatakan dalam bentuk variabel kunci (key variabel) atau sering
dinamakan sebagai key succes factor, key result factor, atau pulse
point.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar